Monday, December 14, 2009

Rasio Benchmarking dan Kewajaran Pelaporan Pajak

Dalam Surat Edaran SE-96/PJ/2009 tanggal 05 Oktober 2009 tentang Rasio Total Benchmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya, Pemerintah berusaha menetapkan satu pedoman untuk menghitung kewajaran pelaporan pajak dari satu perusahaan berupa :
- alat bantu bagi aparat pajak untuk menguji kepatuhan perpajakan dan tidak dapat digunakan sebagai dasar penerbitan pajak
- Diagnosa wajib pajak dapat dilakukan dengan menggunakan ratio di SE ini.

Tapi ada beberapa yang perlu dicermati :
- Benchmarking terbatas pada beberapa jenis usaha saja (KLU) bahkan untuk jasa hanya terbatas pada jasa rumah sakit dan tidak termasuk jasa keahlian seperti konsultan non konstruksi, pengembang software atau jasa lainnya
- Himbauan dapat dibuat kepada Wajib Pajak atas dasar benchmarking dengan mengacu pada Peraturan Dirjen Pajak No. PER-170/PJ/2007
- Dirjen Pajak dapat saja menggunakan SE ini dalam hal transfer pricing atau tepatnya pada perusahaan yang melakukan banyak transaksi hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa untuk menguji kewajaran pelaporan pajak mereka.

Thursday, November 26, 2009

SKD baru dan penerapannya bagi Wajib Pajak

Bentuk Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Domicile (COD) yang baru dalam Peraturan Dirjen Pajak No.61/PJ.2009 dijadikan menjadi satu bentuk yang baku.
Beberapa pihak menjadi kuatir apakah kantor pajak di negara lain mau menerima bentuk baku SKD yang diminta pemerintah Indonesia.

Untuk itu perlu kita melihat bentuk SKD yang dibuat oleh otoritas pajak di negara lain dan membandingkan dengan bentuk SKD yang diminta oleh Dirjen Pajak.
1. Inggris
Bentuk baku SKD yang diminta HM Revenue & Customs di Inggris tampak serupa dengan bentuk SKD di Indonesia.
SKD di Inggris memiliki kolom untuk tax adviser. Bahkan juga terdapat bagian nomor telepon Wajib Pajak
Bagian B dari SKD di Inggris juga memiliki pertanyaan yang serupa dengan SKD di Indonesia

2. Irlandia
SKD Irlandia tampak lebih sederhana tidak ada pertanyaan yang rinci seperti bagian IV dari Form DGT-1 namun secara umum serupa dengan SKD di Indonesia.

3. Amerika Serikat
Formulir SKD menggunakan pengertian beneficial owner dan tidak memerlukan otorisasi pajak dari negara Treaty Partner namun meminta NPWP dari beneficial owner di negara asal, alamat tidak dimungkinkan berupa kotak pos. Formulir SKD juga menjelaskan klaim dari Tax Treaty bagi Wajib Pajak bersangkutan

Secara singkat, Formulir SKD di Indonesia tampak mirip dengan Formulir SKD di negara lain. Ini satu kemajuan, dan seharusnya otoritas pajak di negara lain dapat dengan mudah mengesahkan SKD yang diminta Dirjen Pajak.

Monday, November 16, 2009

Tax Treaty Abuse (Part 2) – Penyalahgunaan P3B dan Special Purpose Vehicle

Melanjutkan posting sebelumnya, PER 62 ternyata dapat berpengaruh pada beberapa badan yang didirikan semata-mata untuk mengambil keuntungan dari Tax Treaty atau P3B diantaranya :

a. Special Purpose Vehicle (SPV) yang didirikan untuk penerbitan obligasi
SPV yang didirikan untuk mendukung penerbitan obligasi atau surat hutang ke luar negeri. SPV didirikan untuk mendapatkan tarif pajak yang lebih rendah dari 20% menjadi 10% atau bahkan hingga 0%.
Negara yang paling umum digunakan sebagai lokasi SPV adalah Belanda yang, berdasarkan Tax Treaty, memungkinkan tarif pajak sebesar 0%.
Dengan adanya pasal 4(5) dari PER 62, Dirjen Pajak dapat menolak keuntungan Tax Treaty yakni tarif pajak sebesar 0% atas SPV di Belanda. Dapat saja terjadi bahkan tarif pajak sebesar 10% sesuai Tax Treaty Indonesia – Belanda tidak dapat diterapkan karena ketentuan pasal 4(5) tersebut yang berbunyi bahwa perusahaan yang memenuhi persyaratan atas memenuhi persyaratan P3B adalah :
- tidak didirikan semata-mata untuk pemanfaatan P3B
- dikelola oleh manajemen sendiri
- mempunyai pegawai
- penghasilan yang terutang di Indonesia terkena pajak di negara penerima penghasilan
- tidak menggunakan lebih dari 50% dari penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk bunga, royalty atau imbalan lainnya.

Salah satu contoh terkenal tentang SPV dan beneficial owner adalah kasus Indofood yang menerbitkan obligasi lewat SPV di Mauritius dan kemudian lewat SPV di Belanda setelah Tax Treaty dengan Mauritius dibatalkan pemerintah Indonesia.

b. Holding Company
Pemerintah dapat saja menggunakan PER 62 untuk menolak keuntungan Tax Treaty atas Holding Company yang didirikan semata-mata untuk berinvestasi di Indonesia terutama holding company yang hanya berupa perusahaan perantara.
Contohnya adalah investor asal negara yang tidak memiliki Tax Treaty dengan Indonesia namun mendirikan perusahaan perantara di negara Treaty Partner untuk berinvestasi di Indonesia. Demikian juga halnya dengan investor asal Indonesia yang mendirikan perusahaan perantara untuk berinvestasi di Indonesia.

Kesimpulan :
Pendirian SPV untuk pendirian obligasi dapat mengalami permasalahan karena Dirjen Pajak dapat menolak penerapan Tax Treaty berdasarkan PER 62. Demikian juga dengan perusahaan perantara yang didirikan semata-mata untuk berinvestasi di Indonesia. Permasalahan akan bertambah jika pemerintah dapat menggunakan ketentuan pertukaran informasi berdasarkan Tax Treaty.

Friday, November 13, 2009

Tax Treaty, Penerapan P3B dan Pencegahan Penyalahgunaan P3B

Bagaimana cara penerapan Tax Treaty bagi Wajib Pajak Indonesia serta cara penerapan Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Domicile (COD). Apakah yang dimaksud dengan Conduit Company, Beneficial Owner, Substance over form dalam Tax Treaty?

Pemerintah dalam peraturan terbaru, Peraturan Dirjen Pajak No.61/PJ.2009 dan Peraturan Dirjen Pajak No.62/PJ.2009 menjelaskan tentang hal-hal tersebut

Peraturan Dirjen Pajak No.61/PJ.2009 (PER 61)
PER 61 mengatur cara penerapan SKD saat pemotong pajak, Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) menyerahkan penghasilan ke WP LN.
Ada hal yang baru seperti Kustodian di pasal 4 yang berurusan dengan transaksi efek (sekuritas). PER 61 mengatur tentang SKD atas penghasilan dari Kustodian
PER 61 menetapkan bentuk formal SKD yang dibedakan antara
(1) Bentuk Umum yang terdiri dari 6 bagian
(2) SKD untuk perbankan dan Kustodian di Bursa Efek

PER-61 secara tidak langsung menggantikan SE - 03/PJ.101/1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda P3B meski sebenarnya tidak berhubungan langsung karena SE 03 bukanlah satu produk hukum
Yang perlu dikritisi adalah :

1. Lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh SKD, jika SKD disampaikan melewati batas waktu penyampaian SPT Masa maka SKD tersebut tidak diterima
2. SKD tidak dibuat khusus untuk satu Wajib Pajak tapi dibuat terpisah berdasarkan pemberi penghasilan di Indonesia sehingga satu pemberi penghasilan mempunyai satu SKD untuk satu tahun pajak. Jadi pertanyaan juga apakah Competent Authority di negara lain sudah familiar dengan formulir baku ini?

Peraturan Dirjen Pajak No.62/PJ.2009 (PER 62)
PER 62 berisi tentang Pencegahan Penyalahgunaan P3B.
Meskipun dijelaskan dalam PER tersebut tentang Agen, Nominee, Conduit Company, Beneficial Owner, Substance over form namun ada pertanyaan kritis :

1. Tidak menyebut adanya prosedur pertukaran informasi untuk mengetahui apakah Wajib Pajak Luar Negeri tersebut benar atau siapa beneficial owner dari perusahaan luar negeri tersebut.
2. Dengan adanya apa yang disebut secrecy jurisdictions, yang secara singkat dapat dikatakan tidak ada kewajiban untuk mengungkapkan kepemilikan atas perusahaan yang berlokasi di satu negara, adalah satu masalah dan tidak mudah bagi Dirjen Pajak untuk mengetahui penyalahgunaan P3B. Contohnya :
Perusahaan perantara yang dibentuk di Treaty Partner yang didirikan investor dari negara lain atau bahkan oleh investor dari Indonesia sendiri.


Kesimpulannya : peraturan terbaru ini sudah merupakan satu kemajuan namun belum sempurna dalam penerapan Tax Treaty.

Monday, October 19, 2009

Bencana, sumbangan dan perlakuan pajak

Bencana gempa yang menyedihkan di Padang terlihat serupa dengan gempa dan tsunami di Aceh serta gempa di Yogya. Sehubungan dengan pajak, pemerintah menetapkan perlakuan pajak atas sumbangan sebagaimana berikut :

a. Sebagai contoh, pemerintah atau Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 yang mengatur sumbangan untuk bencana alam gempa di Yogya dan pantai selatam Jawa.

b. Sumbangan juga telah diatur oleh pemerintah sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2007 tentang fasilitas perpajakan dalam rangka bencana alam di Aceh dan Nias.

Inti dari peraturan diatas adalah sumbangan yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak dapat diperhitungkan sebagai biaya, hal ini sesuai dengan pasal 6(1) huruf i dalam UU PPh tahun 2008 yang berbunyi :

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;


Sebelum revisi tahun 2008, UU PPh tidak memuat ketentuan sumbangan atas penanggulangan bencana nasional. Cukup menarik juga bahwa dua peraturan diatas terbit sebelum revisi UU PPh di tahun 2008

Ada beberapa hal yang perlu dicermati seperti bencana apa yang digolongkan sebagai bencana nasional dan kriteria penggolongan bencana nasional.
Akankah ada peraturan pajak terbaru tentang bencana setelah gempa di Padang?

Tuesday, October 6, 2009

Offshore Bank dan Wajib Pajak Indonesia (Tax Treaty Lebih Efektif daripada Intelijen Pajak)

Kontan, 28 September 2009
Offshore Bank dan Wajib Pajak Indonesia
(Tax Treaty Lebih Efektif daripada Intelijen Pajak)



Pemerintah Amerika Serikat (AS) akhirnya akan berhasil mendapatkan data sekitar
4,450 rekening Wajib Pajak (WP) AS dari sekitar 52.000 rekening warga AS di Bank UBS di
Swiss yang diduga dipakai menyembunyikan penghasilan dari kewajiban pajak di AS dan
diperkirakan jutaan dollar pajak dapat diperoleh AS dari pajak yang belum dibayar termasuk
dendanya. Permasalahan offshore bank ini tidak hanya terjadi di AS namun juga di Jerman,
Inggris, Perancis bahkan hingga Indonesia.

Offshore bank, atau bank yang berada di luar negara tempat kediaman nasabah,
umumnya terletak di negara yang digolongkan tax haven. Salah satu keuntungannya adalah
kerahasiaan perbankan yang dipegang erat dan oleh banyak pihak, terutama nasabah kaya yang
digolongkan High Net Worth Individual (HNWI), digunakan untuk menyembunyikan kekayaan
dari pihak pajak. Khusus Indonesia, offshore bank dapat digunakan karena ketidakpercayaan
terhadap perbankan Indonesia.

Kasus penggunanaan offshore bank untuk menyembunyikan aset dari petugas pajak
muncul di berbagai negara. Jerman di tahun 2008 mendapatkan data sekitar 900 rekening warga Jerman di bank Lichtenstein dan diduga telah menggelapkan pajak dengan menyembunyikan kekayaan mereka. Data ini terungkap setelah dinas intelejen Jerman membeli data tersebut dari seseorang seharga 5 juta euro dengan sepengetahuan Menteri Keuangan Jerman
Perancis bulan lalu juga menyatakan bahwa mereka berhasil mendapatkan data 3,000
warga Perancis yang mempunyai rekening bank di Swiss dan dicurigai belum dilaporkan dalam
laporan pajak. Inggris belum lama ini juga memperingatkan warganya yang menyimpan
kekayaan mereka di offshore bank untuk segera melaporkan rekening offshore bank yang
belum mereka laporkan untuk mendapatkan sanksi pajak yang lebih kecil. Di Indonesia,
diperkirakan ada dana WP sebesar 85 milyar US Dollar per tahun di Singapura saja
(Okezone.com, 27 April 2009).

Tindakan WP yang tidak melaporkan penghasilan mereka di offshore bank dapat
digolongkan sebagai penggelapan pajak karena tidak melaporkan penghasilan secara benar dan
dapat diganjar dengan sanksi pidana penjara maksimal 6 tahun serta denda paling banyak 4 kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan pasal 39 (1) UU KUP.

Pertukaran Informasi
Karena tekanan berbagai negara atas digunakannya offshore bank untuk penggelapan
pajak, kerahasiaan bank di berbagai negara telah dikendurkan, contohnya Austria yang baru saja
mengesahkan UU tentang Pertukaran Informasi yang memungkinkan otoritas pajak asing untuk
memperoleh data perbankan bagi warga non Austria yang selama ini terlindungi oleh
kerahasiaan perbankan.
Uni Eropa (UE) menerbitkan memberlakukan European Union Savings Tax Directive
yang diberlakukan pada bank di UE mulai tahun 2005 yang diantaranya berisi pertukaran
informasi berupa automatic exchange of information kepada otoritas pajak di negara lain dalam
UE atas data pembayaran bunga bank kepada nasabah, Aturan ini berlaku bagi setiap individu
yang menjadi residen di satu negara UE dan menerima pembayaran bunga dari bank di negara
UE lainnya. Salah satu alasan dibuatnya aturan ini adalah pencegahan penggelapan pajak bagi
residen di UE namun kelemahannya adalah tidak mengikat bagi bank di luar UE.

Karena pentingnya pertukaran informasi, beberapa negara belum lama ini membuat
amandemen tax treaty perihal pertukaran informasi pajak seperti Belanda, Inggris, dan Belgia
yang baru-baru ini melakukan amandemen Tax Treaty dengan Singapura dengan merubah dan
memperluas cakupan ketentuan pertukaran informasi yang memungkinkan permintaan
informasi atas data yang disimpan oleh bank. Kelemahan dari pertukaran informasi dalam tax
treaty tersebut adalah didasarkan atas permintaan (on request) dan bukan berdasarkan
automatic exchange of information.

Wajib Pajak Indonesia
Ruang gerak WP untuk melakukan penggelapan pajak di Indonesia menjadi sempit
karena Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah menggunakan akses untuk memperoleh data
perbankan milik WP (Kontan, 31 Agustus 2009). Kemampuan DJP untuk membuka rekening
bank WP didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-pihak yang Terikat oleh Kewajiban
Merahasiakan.

Kelemahan dari PMK 201 diatas adalah akses hanya terbatas pada perbankan dalam
negeri dan tidak mengatur tentang bank luar negeri (offshore bank) meski banyak WP memiliki
rekening bank luar negeri. Pemerintah dapat saja mengikuti negara lain yang mewajibkan WP
untuk melaporkan offshore bank account untuk menghindari penyembunyian penghasilan di
luar negeri. Kewajiban lapor ini dapat diterapkan pada WP tertentu seperti WP di KPP Wajib
Pajak Besar Orang Pribadi yang baru dibuka tahun 2009 ini. Pemerintah juga dapat
menggunakan Tax Treaty dengan negara lain, terutama dengan membuat amandemen ketentuan pertukaran informasi, untuk mendapatkan data offshore bank account dari WP Indonesia.

Aturan jelas di Indonesia tentang offshore bank account bagi WP jelas sangat diperlukan. Selain itu penggunaan ketentuan pertukaran informasi dalam Tax Treaty juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah penggelapan pajak di Indonesia yang mungkin lebih efektif daripada hanya mengandalkan intelejen pajak di luar negeri.

Keterangan :
- Ini adalah tulisan asli sebelum diedit harian kontan, editor mengubah judulnya dari Offshore Bank dan Wajib Pajak Indonesia menjadi Tax Treaty lebih efektif daripada Intelijen Pajak

-Edisi cetak bisa dilihat di kontan e-paper,
http://www.kontan.co.id/index.php/epaper

- Ada kesalahan ketik di harian kontan seperti pasal 39 (1) KUP yang salah ditulis pasalnya

- Offshore Bank sebenarnya perlu diatur entah birokrasi Indonesia seperti acuh tak mengerti



Thursday, October 1, 2009

UU PPN yang baru disahkan tahun 2009 ini

Akhirnya DPR mengesahkan UU PPN yang baru pada tanggal 16 September 2009 kemarin.
Seperti diberitakan disini saat UU PPN disahkan, dimana terdapat perubahan seperti :
- wewenang Menkeu,
- sektor jasa yang bebas PPN,
- VAT refund bagi turis,
- merger yang bebas PPN, hingga
- kebutuhan pokok yang bebas PPN
- peraturan PPN yang lebih baik bagi usaha berbasis syariah
yang menjelaskan pengaruh aturan PPN atas bisnis berdasar syariah

The tax law revision, to take effect next April, would scrap double VAT taxation in Islamic financial market transactions and lower transfer costs of taxable assets in corporate mergers and acquisitions. VAT on basic foodstuffs such as eggs, milk, fruit, soybeans and meat would also be dropped to make them more affordable.

atau dapat juga pokok perubahan seperti dilihat disini

Menurut satu artikel dijelaskan demikian atas pokok-pokok perubahan UU PPN yakni :

Luxury tax varies from 10 to 200 percent.
VAT is set at 10 percent, but the government can move it by 5 to 15 percent.
Staple foodstuffs (fresh meat, eggs, milk, vegetables and fruits) will be exempt from the VAT.
VAT on some objects, including mining commodities and food and beverages served at restaurants or hotels will be eliminated.
The VAT will not be imposed on financial services.
Businesses that have yet to produce can withhold their VAT payments, but if they have not produced within three years they must pay the VAT.
Tax refunds for foreign tourists traveling via airports and the VAT of the goods they have purchased if they amount to at least Rp 500,000.


RUU yang baru saja disahkan juga dapat diunduh disini termasuk RUU PPN serta persandingan antara UU PPN lama tahun 2000 dan UU PPN tahun 2009
Namun Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) masih diperlukan untuk mengatur PPN lebih lanjut

Tuesday, September 15, 2009

Merger yang bebas PPN

Pemerintah akhirnya memutuskan bahwa Merger atau penggabungan usaha serta akuisisi akan bebas dari PPN seperti dijelaskan dalam artikel ini

Pemerintah dan DPR memutuskan untuk membebaskan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pengalihan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemisahan, dan pengambilalihan usaha.

juga dikatakan
"Panja menyepakati dalam rangka membantu cash flow perusahaan dan membantu kemudahan administrasi, maka pengalihan BKP yang dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemisahan dan pengambilalihan usaha tidak kena PPN," tuturnya. Akan tetapi pembebasan PPN tersebut dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah pengusaha kena pajak.

UU PPN ini akan menghilangkan masalah PPN dalam rangka merger serta akuisisi seperti pernah dijelaskan di posting sebelumnya

Dalam posting sebelumnya tersebut sebenarnya dijelaskan masalah PPh berupa penggunaan nilai buku dan PPN atas penyerahan aset ke perusahaan lain

Sebelumnya pembentukan holding company BUMN menjadi satu masalah karena kendala PPN terutama dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2002 yang diantaranya berisi terutangnya PPN atas penyerahan BKP dalam rangka merger dan akuisisi (pasal 13)

Wednesday, September 2, 2009

Indonesia dan persentase peningkatan penerimaan pajak yang (mungkin) tertinggi di dunia...

Target penerimaan pajak dengan persentase pertumbuhan tertinggi mungkin hanya ada di Indonesia dari target penerimaan sebesar Rp. 97,2 triliun di tahun 2000 dan Rp. 152,4 triliun di tahun 2001 seperti diberitakan di sini, hingga mencapai Rp.650,29 triliun di tahun 2009 seperti dijelaskan di sini yang kemudian sepertinya dikoreksi menjadi Rp 577,6 triliun menurut berita.

Tanpa melihat potensi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang belum digarap karena sumber penerimaan pajak terbesar di negara lain adalah dari WP OP, peningkatan penerimaan ratusan persen, sekitar 500% selama 9 tahun dari tahun 2000 hingga 2009 sungguh mencengangkan.

Mungkinkah ini adalah persentase pertumbuhan penerimaan pajak terbesar di dunia? Bisa jadi persentase tersebut dapat menjadi lebih besar bila PPh WP OP digarap lebih baik dan aturan penghindaran pajak dibuat lebih baik serta diterapkan dengan baik.

Friday, August 28, 2009

Transaksi dengan Tax Haven di SPT Tahunan PPh Badan (1771)

Dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:PER-39/PJ/2009 tanggal 2 Juli 2009 terdapat formulir SPT Baru untuk PPh Badan (1771) yang berbeda dari bentuk sebelumnya. Salah satu perbedaannya adalah dalam bagian induk halaman ke-2, angka 16 yang menjelaskan

16.
a. Wajib melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1, dan 3A-2 Buku Petunjuk Pengisian SPT)* Ada Transaksi Dalam Hubungan Istimewa dan/atau Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country.
(Wajib melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1, dan 3A-2 Buku Petunjuk Pengisian SPT)*
b. Tidak Ada Transaksi Dalam Hubungan Istimewa dan/atau Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country.

Dalam penjelasan sebagai catatan kaki diterangkan demikian :

*)Wajib Pajak dapat langsung mengunduh dari situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id. atau mengambil di KPP/KP2KP terdekat.

Permasalahannya adalah daftar tersebut belum dibuat sampai saat ini. Kemungkinan Dirjen Pajak beranggapan bahwa daftar tersebut akan dibuat sebelum batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2009.
Pembuatan daftar tersebut sepertinya didukung oleh anggapan banyak pihak bahwa Tax Haven merugikan Indonesia, namun yang menjadi pertanyaan kritis adalah :

- Apa kriteria Tax Haven?
- Bagaimana dengan Tax Haven yang mana Indonesia membuat Tax Treaty seperti Labuan, Swiss dan Singapura atau Seychelles yang mempunyai Offshore Financial Center seperti dapat dilihat disini
- Peraturan Transfer Pricing sangat lemah dan terbatas, SE-04/PJ.7/1993

Tampaknya Dirjen Pajak membutuhkan kerja keras untuk mengatasi masalah penghindaran pajak lewat transfer pricing dan lainnya lewat Tax Haven.

Monday, August 24, 2009

Merger, Holding Company dan Pajak

Ternyata tidak mudah membentuk holding company di Indonesia, salah satu masalahnya adalah pajak atas merger yang memberatkan seperti diberitakan di sini :

JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memperkirakan tahun ini belum bisa mewujudkan induk usaha (holding) BUMN di sektor semen.Salah satu penghambat holding BUMN semen adalah masalah pajak. "Kami harus membayar pajak banyak sekali," kata Menteri Negara BUMN Sofyan A. Djalil di Jakarta, Selasa (18/8).Pembentukan holding BUMN berpotensi menimbulkan Pajak Pengalihan Aset dan Pajak Pengalihan Tenaga Kerja.Holding BUMN semen bakal dipimpin PT Semen Gresik, dan didukung PT Semen Tonasa, PT Semen Padang, PT Semen Baturaja, dan PT Semen Kupang.Meski terhambat masalah pajak, Kementerian BUMN memastikan rencana holding BUMN semen tetap berlanjut. "Kemungkinan akan dilanjutkan oleh pemerintahan baru," kata Sofyan.Yang pasti, Kementerian BUMN tetap meminta keringanan pajak dalam pembentukan holding ini. Dalam kaitan itu, Menteri BUMN akan bertemu lagi dengan Menteri Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak dan lembaga terkait lainnya.

Permasalahannya dijelaskan oleh Menteri Negara BUMN demikian :

"Kita harus bayar pajak banyak sekali. Kalo mentransfer aset ke perusahaan lain, itu pajaknya besar. Padahal holding itu diusahakan kalo bisa one case (kasus per kasus). Bisa tidak kena pajak kalau mau go publik. Tapi Semen Gresik kan sudah go publik," tegas Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, saat ditemui di kantor Kemenneg BUMN, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (18/8/2009).

Lebih lanjut, Menteri juga mengatakan

"Kita akan bicarakan apakah di-wave. Karena dampaknya besar sekali ke depan, terutama beban pajak lebih banyak. Kita bisa ciptakan pajak lebih banyak. Pak Darmin sudah ngomong, tapi masih proses lagi," pungkasnya.


Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan No 43/PMK.03/2008 tanggal 13 Maret 2008. Dalam ayat 1 (5) dari PMK tersebut dijelaskan bahwa :
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah:
a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau
b. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

Selain itu, Wajib Pajak juga harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari Dirjen Pajak untuk menggunakan nilai buku sesuai ketentuan yang ada dalam Lampiran PMK No 43/PMK.03/2008 tersebut. Dalam ayat 7 dari PMK 43 tersebut juga dijelaskan perlunya Per Dirjen yang mengatur lebih lanjut seperti tentang prosedur formal dan business purpose testHal ini diatur dalam Per Dirjen Pajak No. PER - 28/PJ./2008 tanggal 19 Juni 2008

Sepertinya pemerintah perlu merevisi kembali peraturan tentang Merger dan Akusisi karena ternyata peraturan yang ada masih sangat memberatkan bahkan bagi perusahaan BUMN sendiri yang milik pemerintah.

Wednesday, August 19, 2009

Belajar Pajak Indonesia di Wikipedia

Belajar pajak Indonesia tanpa buku? Ternyata situs Wikipedia baik versi Inggris dan Indonesia memuat entry yang cukup menarik tentang pajak Indonesia.
Wikipedia edisi Inggris hanya memuat keterangan yang terbatas tentang Taxation in Indonesia namun yang menarik Wikipedia edisi Indonesia memuat cukup banyak entry seperti pajak dan dasar-dasar pajak, fungsi, teori pemungutan. Juga ada entry tentang penghindaran pajak dan BUT

Mungkin akan lebih menarik jika banyak entry baru dibuat tentang perpajakan Indonesia meski masih terdapat kekurangan seperti minimnya jumlah referensi sebagai daftar rujukan dan daftar pustaka dari entry pajak Indonesia

Tuesday, August 18, 2009

Pajak dan Offshore Bank Account

Dalam beberapa kesempatan seperti diberitakan di sini, Wajib Pajak (WP) Kaya atau sering disebut High Net Worth Individual (HNWI) dikatakan menghindari pajak dengan membuka rekening bank luar negeri atau disebut juga Offshore Bank Account.

Offshore Bank Account dapat dikatakan sebagai bank di luar negeri yang memungkinkan nasabah asing membuka rekening di bank tersebut contohnya seperti Swiss dan Singapura
Hal ini berbeda dengan Indonesia yang tidak mengijinkan warga negara asing (WNA) membuka rekening bank di Indonesia kecuali WNA

Sebenarnya hal ini lebih tepat untuk dikatakan sebagai penggelapan pajak karena melaporkan penghasilannya yang terutang pajak dengan tidak benar dan menyimpannya di luar negeri. Sayangnya hal ini belum diatur di Indonesia

Pemerintah selayaknya mengatur penggunaan dan mencermati penggunaan offshore bank account yang dipakai untuk menghindari pajak di Indonesia..

Thursday, July 30, 2009

Asian Agri dari penggelapan pajak hingga penghindaran pajak

Kasus Asian Agri akan tetap dilanjutkan dan proses atas dugaan penggelapan pajak akan dilanjutkan seperti diberitakan oleh surat kabar

Jakarta -- Mantan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, yang kemarin dilantik menjadi Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, memastikan penanganan kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Group tetap dilanjutkan. Penanganan kasus ini berjalan meski dirinya sudah meninggalkan Direktorat Jenderal Pajak.

"Kasus ini prosesnya jalan terus, jangan terlalu risau," kata Darmin setelah pelantikan kemarin. Sistem dan fondasi di Direktorat Jenderal Pajak sudah dibangun cukup kuat untuk menangani dugaan penggelapan pajak terbesar dalam sejarah republik itu.

Selanjutnya Dirjen Pajak yang baru bertekad melanjutkan kasus Asian Agri tersebut.

Dalam usahanya Asian Agri menggunakan struktur perusahaan yang berlokasi di negara yang digolongkan sebagai Tax Haven dari Mauritius, British Virgin Islands dan Hong Kong. Perusahaan di Tax Haven tersebut menjadi pemilik dari perusahaan Asian Agri di Indonesia
Asian Agri juga diduga melakukan penggelapan pajak dengan menggelembungkan biaya serta memperkecil laporan hasil penjualan. Penyidik pajak bahkan telah menyita dokumen penting dalam jumlah pajak sebagai bukti penggelapan pajak.

Dasar hukum yang dapat dipakai atas penggelapan pajak adalah pasal 39 dari UU KUP dimana perubahan terbaru dari UU di tahun 2007 tersebut menambah ketentuan pasal tersebut menjadi lebih rinci dalam hal pelanggaran serta sanksi minimal dari penggelapan pajak.

Perlu diingat bahwa kasus pidana pajak mempunyai daluarsa selama 10 tahun sebagaimana diatur dalam pasal 40 dari UU KUP sehingga semakin lama proses maka semakin sedikit tahun pajak yang dapat diperkarakan dalam kasus pidana ini.

Ada satu catatan penting yakni tidak adanya penggunaan pasal 18 UU PPh tentang penghindaran pajak dan peraturan transfer pricing dalam kasus Asian Agri

Friday, July 17, 2009

Mining Law No. 4 of 2009 in Indonesia and Tax Treatment

The recently enacted Mining Law No. 4 of 2009 in Indonesia has drawn interest. This law may also have impact in terms of tax treatment in regards to the requirements made in this law.
For instance, article 79 of the Law stipulates the requirement for shares divestment. It leads us to tax treatment for the sales of shares.

Article 112 of the Mining Law also stipulates that the divestment of shares has to be done in 5 (years). It is likely that the mining investor is a foreign company in which the tax treatment would depend on tax treaty between Indonesia and country of residence of the mining investor.
It could also be noted that based on article 2 (5) of Income Tax Law, permanent establishment could be in the form of :
i. mining and quarrying of natural resources;
j. working area of natural oil and gas mining;

Further, in article 4 (1) of Income Tax Law, object of Income Tax would also include

profits from the sale or transfer partly or entirely of mining concession, certificate of participation in financing, or capitalization in mining company;

Accordingly, the newly enacted Mining Law is worth reading for tax practitioners.


==================================
Indonesian version (thanks to Google translate but also added with personal editing)


Undang-undang Pertambangan Nomor 4 dari 2009 di Indonesia yang baru-baru ini ditetapkan telah menarik perhatian. Undang-undang ini juga berdampak dalam hal perlakuan pajak berkaitan dengan persyaratan yang dibuat dalam undang-undang ini.
Misalnya, pasal 79 Undang-Undang yang menetapkan syarat untuk divestasi saham. Hal ini membawa kita pada perlakuan pajak atas penjualan saham.

Pasal 112 dari Undang-Undang Pertambangan juga menegaskan bahwa divestasi saham harus dilakukan dalam 5 (tahun). Kemungkinan bahwa pertambangan investor asing adalah perusahaan yang pajak perawatan akan bergantung pada perjanjian pajak antara Indonesia dan negara kependudukan dari investor pertambangan.

Berdasarkan pasal 2 (5) dari UU PPh, BUT dapat berbentuk:
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

Selanjutnya, dalam pasal 4 (1) dari UU PPh, objek Pajak juga termasuk

keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

Dengan demikian, Undang-Undang Pertambangan yang baru diundangkan perlu juga dibaca praktisi pajak.

Tuesday, June 30, 2009

International Tax Planning untuk Investasi di Indonesia

Dalam satu artikel di Harian Kontan dijelaskan tentang investor terbesar di Indonesia sebagaimana berikut :

Meski kondisi ekonomi dunia belum membaik, minat investor asing untuk masuk ke Indonesia tetap tinggi. Paling tidak, itulah versi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menyatakan realisasi investasi asing tetap tinggi selama semester I-2009.

BKPM mencatat, ada lima negara yang paling banyak menanamkan duitnya di Indonesia. Yang terbesar dari Belanda. Mereka berinvestasi dalam bidang perhotelan, industri tekstil, dan logam. Posisi kedua investor Singapura yang berinvestasi di bidang perdagangan, listrik, dan Air.

Di tempat ketiga adalah Korea Selatan yang lebih banyak berinvestasi di bidang logam dan konstruksi, posisi empat adalah kepulauan Seychelles di dekat Mauritius, dan kelima Inggris.


Dari tulisan tersebut jelas terlihat bahwa investor terbesar adalah Belanda, Singapura, Korea Selatan, Seychelles, dan Inggris.

Cukup menarik untuk memperhatikan bahwa data diatas menunjukkan adanya (international) tax planning dalam investasi di Indonesia. Singapura dan Seychelles bahkan juga Belanda sering digunakan dalam hal international tax planning.

Hal ini juga dapat diartikan sepertinya intermediary company di satu negara dapat menguntungkan bagi investor termasuk keuntungan dalam hal pajak,

Permintaan Informasi Wajib Pajak ke Luar Negeri

Wajib Pajak yang melakukan transaksi di luar negeri dapat lebih mudah diuji kebenaran dalam pelaporan kewajiban perpajakan setelah terbitnya Surat Edaran No. SE - 51/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Pelaksanaan Permintaan Informasi ke Luar Negeri dalam rangka pencegahan penghindaran dan pengelakan pajak.
Isi surat edaran tersebut memuat beberapa hal dari pencegahan treaty abuse, prosedur permintaan informasi, kerahasiaan dari transaksi yang ada hingga waktu yang diperlukan

Ada beberapa hal yang dapat dicermati :
1. Treaty abuse adalah satu masalah yang kompleks dan diperlukan satu peraturan tersendiri untuk mengatur masalah ini.
2. Dalam hal kerahasiaan perbankan, perlu diingat adanya secrecy jurisdiction yang memegang erat rahasia perbankan. SE ini tidak terlalu jelas mengatur masalah data yang menyangkut rahasia perbankan tersebut.
3. Jika data diterima setelah pemeriksaan selesai, masih dapat diterbitkan SKPKBT sesuai pasal 15 UU KUP

Perlu diingat bahwa sekarang telah berkembang wacana automatic exchange of information seperti dijelaskan OECD dalam pasal 26 OECD Model Tax Convention yang mungkin dapat menjadi perhatian pemerintah seperti direkomendasikan OECD dalam laporannya.
Pasal 26 tentang Exchange of Information menegaskan ada 3 cara pertukaran informasi yakni (a) on-request, (b) automatic, (c) spontaneous.
Tentang penerapan automatic exchange of information dapat dilihat di Australia atau di Isle of Man.

Sepertinya pemerintah masih mengandalkan pertukaran informasi on-request meski pemerintah akan lebih diuntungkan jika menggunakan prosedur automatic exchange of information

Friday, June 26, 2009

Pelaporan SPT Masa PPh 21 sejak Juli 2009

Mulai Juli 2009, pelaporan SPT Masa PPh 21 akan menggunakan Formulir baru sesuai Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Bentuk Formulir SPT Masa PPh 21 dan 26. Lampiran peraturan tersebut memuat bentuk standar pelaporan SPT Masa PPh 21
Beberapa hal yang dapat menjadi perhatian diantaranya adalah :
- Pelaporan SPT Masa akan menyerupai SPT Masa PPh 23 dengan daftar pegawai per bulan
- Memiliki daftar bukti potong
- Adanya daftar pegawai baru dan pegawai tetap (lama)

Daftar bukti potong dapat mengacu ketentuan berdasarkan pasal 4 alias pasal 5, hal ini karena menurut penulis disebabkan cacat hukum berupa pasal 4 sebanyak 2 kali
Untunglah peraturan ini tidak berlaku mundur dan diterapkan 2 bulan setelah peraturan diterbitkan.

Catatan :
Peraturan sebaiknya diunduh dari web Dirjen Pajak.

Wednesday, June 24, 2009

10 surprising tax havens

Ternyata tax haven tidak hanya meliputi daftar tax haven yang dikeluarkan OECD tapi juga dapat meliputi negara lain seperti Dublin (Ireland), London, Nevada (US), Singapore, Hong kong, Mauritius atau Ghana

Dapat juga melihat laporan OECD tentang Harmful Tax Competition untuk memahami kenapa negara-negara ini digolongkan Tax Justice Network sebagai Tax Haven. Salah satu jurnal juga membahas tentang laporan Harmful Tax Competition dapat juga dilihat disini.

Untuk daftar selengkapnya dapat dilihat di artikel Forbes berikut.

Catatan :
Tulisan ini untuk melengkapi posting sebelumnya tentang Tax Haven

Thursday, June 11, 2009

PP pajak jasa konstruksi diubah, tidak lagi berlaku mundur

Akhirnya satu peraturan pajak yang berlaku mundur dalam jasa konstruksi diubah
Seperti dijelaskan di posting sebelumnya tentang masalah peraturan pajak yang berlaku mundur

Seperti dijelaskan dalam berita ini:
Pemerintah akhirnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2008 tentang PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang tertuang dalam PP No. 40/2009 tentang Perubahan Atas PP No. 51/2008.
Dalam ketentuan yang baru tersebut pengenaan tarif final sebagaimana diatur dalam PP No. 51/2008 tidak lagi diberlakukan surut sejak 1 Januari 2008.
“Terhadap kontrak yang ditandatangani sejak 1 Agustus 2008, pengenaan PPh dilakukan berdasarkan ketentuan PP No. 51/2009,” tulis aturan itu yang diterima Bisnis, kemarin.
Adapun terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008, dikenakan PPh berdasarkan ketentuan dalam UU No. 17/2000 tentang PPh.


PP No.40/2009 tanggal 4 Juni ini terutama merubah pasal 10 dari PP No.51/2008 dengan menyisipkan pasal 10A, 10B dan 10C

Bagaimana dengan peraturan lainnya yang juga berlaku mundur? Seperti di tahun 2009 ada peraturan pajak yang berlaku mundur yakni PP No 17 Tahun 2009 dan PP No 19 Tahun 2009

Penulis berharap peraturan pajak tidak akan ada lagi yang berlaku mundur dan disosialisasikan terlebih dahulu dalam bentuk rancangan peraturan sebelum disahkan.

Friday, June 5, 2009

Peraturan Pelaksana PPh Pasal 21 (Karyawan) di Tahun 2009

Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 yang singkatnya berisi tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh 21, 26 atas pekerjaan, jasa dan kegiatan tertentu.

Per Dirjen ini menggantikan Per Dirjen Pajak No. PER - 15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 serta Kep Dirjen Pajak No. KEP - 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000

Ada beberapa perubahan dari Peraturan terdahulu diantaranya adalah Pemerintah menetapkan dasar pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto, seperti diberitakan di artikel ini.

Sayangnya, peraturan ini berlaku mundur, sama seperti peraturan terdahulu yang telah berlaku mundur dan memiliki masalah atas peraturan yang berlaku mundur seperti dijelaskan di postingan ini

Thursday, June 4, 2009

Humor : Susahnya mengurusi masalah pajak

Susahnya mengurus pajak .....
Sumber : Tax Cartoon Archive of Low Tax Net

Friday, May 29, 2009

Revisi PSAK dan pengaruhnya pada pajak

Rencana revisi PSAK dengan konvergensi IFRS (International Financial Reporting Standards yang akan diterapkan pada tahun 2012. Seperti diberitakan oleh detik finance yakni

Konvergensi IFRS ini akan memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikenal secara internasional.

Hal ini disampaikan Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI M Jusuf Wibisana dalam seminar dampak konvergensi IFRS terhadap bisnis, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (28/5/2009).

"Kalaupun ada miss pastinya tidak lebih dari setahun. Yang jelas pada tahun 2011 semua standar IFRS sudah diadopsi ke PSAK," ujar Jusuf.

Dikatakan juga akan manfaat positif dari konvergensi IFRS sebagai berikut :

Jusuf juga menjelaskan dampak dari konvergensi IFRS ini yaitu relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. "Di sisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif," jelasnya.

Dampak lainnya terhadap bisnis, imbuh Jusuf, yaitu smoothing income akan semakin sulit dengan menggunakan balance sheet approach dan fair value.
"Penggunaan off balance sheet semakin terbatas," tandasnya.

Berita tersebut juga menyebutkan salah satu perubahan PSAK yakni revisi PSAK 50 tentang Akuntansi Investasi Efek Tertentu dan revisi PSAK 55 tentang Akuntansi Instrumen Derivatf dan Lindung Nilai

Sementara itu, Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Bank Indonesia Narni Purwati mengakui hingga saat ini masih ada beberapa Bank yang masih tertatih dalam menyusun action plan PSAK 50 dan 55. Padahal penerapan PSAK 50 dan 55 ditetapkan pada 1 Januari 2010.

Tulisan ini sendiri terutama akan membahas revisi atas PSAK 50 dan 55, untuk rincian rencana konvergensi dapat dilihat di laman ini.

Pengaruhnya pada pajak terutama atas revisi PSAK 50 dan 55

Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi pihak otoritas pajak, tidak hanya di Indonesia, adalah :
1. Rugi
- Apakah rugi yang terjadi atas transaksi keuangan dapat dikurangkan sebagai biaya?
- Dalam transaksi derivatif, bila terjadi kerugian apa cara untuk memastikan bahwa kerugian yang terjadi bukan karena spekulasi? Bagaimana untuk memastikan bahwa kerugian transaksi derivatif seperti hedging adalah sesuai dan diperlukan oleh pelaku usaha sehingga dapat dikurangkan sebagai biaya
Dalam prakteknya pihak otoritas pajak tidak akan mudah mengakui kerugian atas transaksi keuangan seperti derivatif apalagi jika jumlahnya material.

2. Laba
- Apakah laba yang dilaporkan sudah benar? Bagaimana cara penghitungan laba?

Perlu dicatat juga bahwa atas transaksi derivatif di bursa sudah dikenakan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2009 seperti dijelaskan disini

Sehubungan dengan rugi atas transaksi derivatif, Indonesia mungkin dapat mencontoh perlakuan pajak di negara lain seperti dijelaskan di artikel ini.
Perlakuan pajak atas hedging juga bisa mengikuti PSAK atau IFRS seperti dijelaskan di artikel tentang hedging dan perlakuan pajak di Indonesia.

Sementara ini, tanpa peraturan pajak yang jelas, PSAK dapat digunakan untuk menerapkan perlakuan pajak atas transaksi keuangan serta masalah keuangan pada umumnya.

Friday, May 22, 2009

Perlakuan Pajak Tax Haven

Kontan, 18 Mei 2009 (Opini, halaman 23)
Pemerintah berencana menerbitkan peraturan berisi daftar tax haven yang juga dapat menjelaskan perlakuan pajak yang akan diterapkan atas transaksi yang melibatkan tax haven yang ditengarai merugikan Indonesia karena dipakai untuk menghindari pajak

Meski dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) No.36 Tahun 2008, pasal 18 (3c), dijelaskan adanya tax haven sebagai negara yang memberikan perlindungan pajak, namun tidak ada peraturan pajak lebih lanjut yang menjelaskan kriteria tentang tax haven.

Perhatian yang meningkat atas tax haven juga terjadi setelah OECD mengeluarkan laporan terbaru tentang tax haven yang didasarkan atas beberapa kriteria seperti dari tidak adanya pungutan pajak atau pajak yang rendah, kurangnya pertukaran informasi, kurangnya transparansi dan ketiadaan persyaratan untuk kegiatan yang substantial. Belum lama ini OECD, lewat Secretary General Angel Gurria, mengeluarkan pernyataan bahwa tax haven telah merugikan negara-negara berkembang dalam hal pajak.

Ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan tax haven yakni : (1) Menyebutkan definisi tax haven, dan (2) Membuat peraturan tentang perlakuan perpajakan atas tax haven

Kriteria Tax Haven

Kriteria dari tax haven dari Indonesia mungkin kurang tepat jika membandingkannya dengan kriteria dari negara maju karena umumnya investor asal negara maju menggunakan tax haven sebagai perantara untuk berinvestasi di negara berkembang. Indonesia dapat saja mencontoh Brazil sebagai sesama negara berkembang dalam masalah tax haven.

Brazil di tahun 2008 mengesahkan UU yang menjelaskan definisi tax haven serta perlakuan pajak atas tax haven. Secara umum definisi tax haven di Brazil meliputi juridiksi yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak kurang dari 20%, namun UU baru tersebut menjelaskan bahwa definisi tax haven juga meliputi negara yang tidak mengungkapkan akses atas informasi terhadap (i) kepemilikan perusahaan yang berdiri di negara tersebut, atau (ii) menjelaskan beneficial owner atas penghasilan dari perusahaan tersebut.

UU baru di Brazil juga mengubah peraturan transfer pricing yang menetapkan bahwa transaksi yang dilakukan oleh residen di Brasil dengan individu atau badan hukum yang mengambil keuntungan dari favourable tax regime, tanpa memandang asal dan hubungannya akan diatur dengan peraturan transfer pricing. Favourable tax regime didefinisikan selain mencakup definisi atas tax haven juga mencakup negara yang menyediakan keuntungan pajak tanpa kegiatan ekonomi substantial dalam wilayahnya serta negara yang tidak memberikan akses atas informasi kepemilikan barang atau transaksi yang dilakukan disana.

Indonesia dapat saja menjelaskan kriteria atas tax haven dengan menggunakan ketentuan serupa ketentuan di Brazil dengan mengacu pada UU PPh.

Perlakuan pajak
Satu contoh lain dari Brazil atas transaksi yang melibatkan tax haven adalah penerapan tarif pajak yang lebih tinggi sehingga contohnya atas pembayaran royalti, bunga, jasa serta capital gain kepada tax haven akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.

Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi di Indonesia atas transaksi dengan tax haven akan dibatasi oleh UU PPh, pasal 26, sebesar 20 % atau sesuai dengan tax treaty.

Indonesia tidak dapat menerapkan tarif pajak sebesar 20% terhadap negara yang disebut sebagai tax haven seperti Singapura dan Swiss karena adanya tax treaty antara Indonesia dengan Singapura, yang diratifikasi tahun 1991, serta tax treaty dengan Swiss yang diratifkasi tahun 2009, yang menurunkan tarif pajak atas pembayaran yang dilakukan.

Indonesia juga membuat tax treaty dengan Labuan, Malaysia, yang juga disebut sebagai tax haven. Pemerintah bahkan sampai sekarang belum meratifikasi perubahan tax treaty dengan Malaysia dimana perubahan tersebut mengeluarkan Labuan dari cakupan tax treaty seperti tarif pajak yang lebih rendah.

Di masa lalu, Indonesia juga pernah membuat tax treaty dengan Mauritius, yang juga digolongkan sebagai tax haven, dan membatalkannya di tahun 2005.

Pemerintah Amerika Serikat, didukung Barack Obama, telah membuat rancangan UU (Stop Tax Haven Abuse Act) yang membatasi penggunaan tax haven pada wajib pajak Amerika. Salah satu isi rancangan UU itu adalah menyebutkan negara yang masuk dalam tax haven, persyaratan disclosure yang lebih luas serta sanksi yang lebih keras atas penghindaran pajak lewat tax haven.

Satu hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah membuat peraturan transfer pricing yang lebih baik dan melakukan penegakan peraturan transfer pricing dengan baik. Peraturan dan penegakan aturan transfer pricing di Indonesia tertinggal jauh dibanding China dan India (Global Transfer Pricing Survey – EY, 2006) bahkan peraturan transfer pricing di Indonesia sekarang tertinggal dibandingkan Singapura.

Tanpa adanya pembuatan dan penegakan peraturan transfer pricing yang baik, pembuatan definisi tax haven akan tidak banyak berguna karena meskipun transfer pricing dapat digunakan untuk tujuan positif namun transfer pricing dapat digunakan untuk menghindari pajak dengan menggunakan metode transfer pricing.

Selain peraturan transfer pricing, renegosiasi atau perubahan tax treaty serta segera meratifikasinya juga dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tax haven.

Catatan :
Tulisan ini adalah tulisan asli sebelum diedit oleh Harian Kontan
versi lain dapat dilihat di website berikut ini

Wednesday, May 20, 2009

Peraturan Pajak yang berlaku mundur

Dengan disahkannya Undang-Undang PPh (UU PPh) yang baru di tahun 2008, pemerintah berkewajiban menerbitkan petunjuk pelaksanaan atas UU PPh tersebut.
Dalam satu artikel di surat kabar dijelaskan seperti berikut :

JAKARTA: Hingga kini Direktorat Jenderal Pajak baru menerbitkan tujuh Peraturan Pemerintah (PP) dan 19 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai peraturan pelaksana UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2009.
Kasubdit Peraturan PPh Badan Direktorat Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Astera Primanto Bhakti mengungkapkan saat ini masih ada sekitar 8 PP lagi yang dalam proses pembahasan.
"Kita sih inginya cepat, tapi PP itu terkait pihak lain yang nggak bisa dipatok. Kami sudah berkoordinasi dengan Depkumham untuk mencoba menyelesaikan dalam kesempatan pertama," katanya kemarin.
Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution sebelumnya mengatakan akan ada sekitar 40 rancangan peraturan pemerintah yang akan menjadi petunjuk pelaksana (juklak) UU PPh


Dari kutipan itu terlihat bahwa terdapat kekurangan Peraturan Pemerintah (PP) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang belum diterbitkan sebagai petunjuk pelaksanaan UU PPh.

Masalah
Yang menjadi masalah adalah peraturan yang diterbitkan tersebut umumnya berlaku mundur. Ini contohnya dapat dilihat tidak hanya dari petunjuk pelaksanaan berdasarkan UU PPh tahun 2008 tapi juga sudah dari tahun-tahun sebelumnya. Contoh dari peraturan pajak yang berlaku mundur adalah


a. Tahun 2009
- PP No 17 Tahun 2009 tentang PPh dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.
Peraturan yang disahkan tanggal 9 Februari 2009 namun mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009.

- PP No 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
PP No 19 ini disahkan tanggal 9 Februari 2009 namun mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009.

Dua PP ini hanyalah contoh peraturan pajak yang berlaku mundur dan dapat membuat permasalah baru baik bagi Wajib Pajak dan fiskus.


b. Tahun 2008
Contoh yang paling jelas adalah peraturan tentang jasa konstruksi yang menimbulkan protes keras karena berlaku surut jauh sebelum peraturan tersebut keluar.

Peraturan Jasa konstruksi yakni PP No 51 tahun 2008 tentang PPh Jasa Konstruksi disahkan tanggal 20 Juli 2008 namun berlaku surut sejak 1 Januari 2008. Hal ini juga dijelaskan dengan PMK No 187/PMK.03/2008 tanggal 20 November 2008 serta juga berlaku surut sejak 1 Januari 2008

Salah satu alasan dari protes adalah karena banyak wajib pajak mendapatkan penghasilan di tahun 2008 dari kontrak yang ditandatangani jauh sebelumnya. Bagaimana dengan denda atau sanksi atas keterlambatan pembayaran pajak? Sedangkan kesalahan bukan berada pada Wajib Pajak. Hal ini tentunya akan memberatkan Wajib Pajak.

Pemecahan Masalah
Peraturan pajak sebaiknya tidak hanya tidak dibuat untuk berlaku surut tapi juga selayaknya dibuat sosialisasi terlebih dahulu dengan membuat sosialiasi rancangan peraturan pemerintah atas perpajakan terlebih dahulu. Hal ini tidak hanya membantu wajib pajak namun juga membantu fiskus dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan.

Thursday, May 14, 2009

CFC rule, penghindaran pajak dan Tax Haven

Wajib Pajak Indonesia, baik Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai penyertaan modal di Luar Negeri tidak dapat lagi menunda pembayaran dividen dari perusahaan asing tersebut. Peraturan yang sering disebut CFC rules ini (CFC = Controlled Foreign Company ) bertujuan untuk menangkal penghindaran pajak yang dapat dilakukan perusahaan Indonesia atas penyertaan modal di Luar Negeri dengan melakuka penundaan pembayaran dividen

Hal ini diatur Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang penetapan saat diperolehnya dividen oleh WP DN atas penyertaan modal pada Badan Usaha di LN selain Badan Usaha yang menjual saham di Bursa Efek

Namun apa saja masalah yang terjadi dalam penerapannya? Wajib Pajak Indonesia sendiri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan baik dalam dan luar negeri, atau dikenal sebagai worldwide tax base, harus melaporkan seluruh penghasilannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan Tax Haven yang berulangkali menjadi sorotan belakangan ini
Namun dapatkah peraturan ini menangkal penghindaran pajak dari Wajib Pajak Indonesia?

a. Peraturan ini sangat sukar atau bisa dikatakan tidak dapat digunakan terhadap kegiatan usaha di tax haven karena kerahasiaan yang menjadi daya tarik di tax haven. Apalagi jika tidak terdapat tax treaty yang memuat pasal pertukaran informasi. Peraturan akan lebih diterapkan jika usaha dilakukan bukan di Tax Haven atau dilakukan di Negara yang telah membuat tax treaty dengan Indonesia

b. Tanpa informasi tentang kegiatan usaha termasuk jumlah penghasilan yang didapat di luar negeri, peraturan ini juga sangat sukar diterapkan. Pertukaran informasi hanya diterapkan berdasarkan Tax Treaty dengan negara lain.

c. Tax Haven memungkinkan kerahasiaan pemegang saham disimpan erat-erat sehingga sukar diketahui kepemilikan seseorang dalam badan usaha

Penulis sendiri berpendapat bahwa peraturan ini lemah dan sukar untuk diterapkan karena sangat bergantung dengan informasi atas kegiatan usaha di luar negeri. Untuk Tax Haven atau Negara yang bukan tax treaty partner hal ini akan bertambah sulit karena tidak memungkinkan adanya pertukaran informasi.

Monday, May 11, 2009

Perpajakan atas transaksi derivatif di Indonesia - Peraturan dan Masalah

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.17 tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa. Tulisan ini terutama akan membahas pelaksanaan peraturan tersebut terutama dengan polemik atas peraturan tersebut.


A. Pengertian Derivatif
Berdasarkan PP No.17 / 2009 tersebut yang dimaksud dengan transaksi derivatif dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 adalah :
transaksi yang didasari pada kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen.”

Sedangkan pengertian (instrumen ) derivatif berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah :
instrumen keuangan atau perjanjian lainnya yang memiliki tiga karakteristik sebagai berikut:
a) memiliki
(1) satu atau lebih variabel pokok yang mendasari (underlying) dan
(2) satu atau lebih jumlah nosional (notional amount) atau syarat pembayaran atau keduanya. Persyaratan perjanjian tersebut menentukan besarnya nilai penyelesaian perjanjian (settlements),
dan pada beberapa kasus, menentukan apakan suatu penyelesaian diperlukan.

b) Persyaratan perjanjian tidak memerlukan investasi awal bersih (initial net investment), atau memerlukan investasi awal bersih dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan oleh jenis perjanjian lainnya yang diperkirakan akan menghasilkan efek yang sama terhadap perubahan dalam faktor-faktor pasar.

c) Persyaratan perjanjian mengharuskan atau memungkinkan penyelesaian sekaligus (net settlement), atau instrumen derivative dapat segera diselesaikan dengan sarana terpisah di luar perjanjian tersebut, atau persyaratan perjanjian mengakibatkan penyerahan aktiva sehingga penyelesaian yang terjadi secara substansial tidak berbeda dengan net settlement

Dari penjelasan diatas dapat dilihat adanya perbedaan pengertian antara derivatif menurut pajak dan pengertian derivatif menurut akuntansi.

Perlu diingat bahwa dalam derivatif dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yakni :
1. Over-the-counter derivatives
Dapat digambarkan sebagai derivatif sebagai hasil negosiasi pribadi antara dua pihak tanpa pihak perantara.
2. Exchange-traded derivatives (ETD)
Derivatif yang diperdagangkan lewat perantara seperti bursa bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi derivatif.

B. Pelaksanaan
Dalam pasal 4 dari PP No 17 / 2009 tersebut dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
PP No 17 / 2009 sendiri mengatur adanya PPh sebesar 2,5 % (dua koma lima persen) dari margin awal dan lembaga kliring bertindak sebagai pemungut, penyetor dan pelapor dari PPh tersebut.

PMK yang diperlukan untuk mengatur pelaksanaan PP No 17 / 2009 belum diterbitkan. Untuk memahami penerapan peraturan ini lebih lanjut ada baiknya kita melihat polemik atas terbitnya peraturan tersebut.
a. Dalam artikel bertajuk “Beban Pajak yang mematikan, Transaksi derivatif adalah zero sum game”, dijelaskan oleh Hasan Zein Mahmud, bahwa PP No 17 / 2009 akan mempersulit dan membuat transaksi derivatif di bursa tidak berkembang serta tidak tepat dan memerlukan revisi :
b. Artikel “Pajak atas transaksi derivative, Perlu perlakuan sama terhadap semua subjek dan objek pajak” menjelaskan alasan bahwa peraturan pajak telah adil dan berdasarkan peraturan dan UU

C. Issue
Berdasarkan permasalah diatas, dapat dilihat beberapa masalah yakni :
- Peraturan tidak mencakup Over-the-counter (OTC) derivatives, padahal sebagian besar transaksi menggunakan OTC
- Peraturan yang menggunakan margin awal terasa memberatkan
- Perlakuan PPh final membuat kerugian tidak dapat dikurangkan
- Untuk transaksi derivatif, dapat menggunakan PSAK 50 dan 55 (yang akan direvisi)
- Bagaimana dengan perlakuan atas kerugian dari transaksi derivative yang tentunya akan menjadi perhatian Dirjen Pajak. Apakah akan menggunakan PSAK semata untuk menguji kebenaran kerugian yang terjadi atas transaksi derivatif?

Akhir kata, penulis berharap peraturan yang lebih baik akan dapat dibuat sehubungan dengan transaksi derivatif

Tuesday, May 5, 2009

Tax Haven di UU PPh

Tax haven? apa yang dimaksud tax haven?
Dalam UU PPh terbaru, tax haven disebut-sebut sebagai alat menghindari pajak yakni dalam pasal 18 (3c) UU PPh tahun 2008 sebagai berikut

"Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara
(conduit company atau special purpose company) yang
didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang
memberikan perlindungan pajak (tax haven country)
yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan
sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
bentuk usaha tetap di Indonesia."


Dalam penjelasan pasal 18 (3c) tersebut juga digunakan contoh sebagai berikut :

"X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A, sebuah
negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven
country), memiliki 95% (sembilan puluh lima persen) saham PT
X yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. X Ltd.
ini adalah suatu perusahaan antara (conduit company) yang
didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh Y Co., sebuah
perusahaan di negara B, dengan tujuan sebagai perusahaan
antara dalam kepemilikannya atas mayoritas saham PT X."


Pengertian tax haven ini sesungguhnya harus diterangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan seperti diamanatkan dalam pasal 18 (3e) tapi sampai saat ini belum ada peraturan tersebut.

Apakah dengan tidak adanya peraturan tersebut maka penghindaran pajak di Indonesia akan lebih mudah dilakukan?

Catatan :
Beberapa berita terbaru menyoroti penggunaan tax haven dan akhirnya mengundang komentar banyak pihak termasuk Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan

Thursday, April 30, 2009

Penurunan PPh bagi Perusahaan Publik

Penurunan tarif pajak sebesar 5 % bagi perusahaan publik cukup menarik dengan syarat kepemilikan publik sebesar 40% dan kepemilikan publik oleh 300 pihak dimana masing-masing pihak hanya memiliki kurang dari 5% kepemilikan saham, berita ini disambut dengan tanggapan positif seperti di artikel ini

Penurunan yang didasarkan pada :
- Peraturan Pemerintah No.81 tahun 2007,

- Peraturan Menteri Keuangan No.238/PMK.03/2008 serta

- SE Dirjen Pajak No. 42/PJ/2009 yang berisi penegasan atas pelaksanaan PMK diatas

Pemerintah dengan SE tersebut menegaskan merubah sistem menjadi self assessment dari ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan adanya permohonan terlebih dahulu

Perubahan ini menggembirakan namun ada beberapa hal yang perlu dicermati :
- Pengawasan seperti "diserahkan" pada Bapepam LK untuk mengetahui kebenaran kepemilikan saham sebagai syarat penurunan tarif PPh Badan
- Sanksi administrasi yang dapat diterapkan diantaranya adalah bunga sebesar 2% per bulan atas keterlambatan kurang bayar dari pajak yang harus dibayar dalam SPT Tahunan PPh Badan jika perusahaan menggunakan tarif pajak lebih rendah tapi ternyata tidak memenuhi syarat kepemilikan saham seperti dipersyaratkan

Monday, April 20, 2009

Perubahan dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengumumkan Rencana penarikan atas PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol.

Alasan penarikan tersebut adalah:
1. Program konvergensi ke IFRS yang akan diterapkan secara penuh pada tahun 2012.
2. Pengaturan akuntansi dalam PSAK 32, PSAK 35, dan PSAK 37 telah diatur dalam PSAK-PSAK lain.
3. PSAK akan mengatur perlakuan akuntansi atas transaksi bukan didasarkan pada jenis industri dan bersifat principle-based.

IAI masih mengharapkan masukan dan tanggapan publik atas rencana penarikan PSAK tersebut. Dalam hal perpajakan, hal ini mungkin perlu dicermati bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha kehutanan, telekomunikasi dan jalan tol. Tentunya bagi fiskus, hal ini juga perlu dicermati akan pengaruhnya bagi pelaporan pajak perusahaan terkait

Mungkin dapat juga dilihat akan perbedaan antara standar akuntansi di Indonesia (PSAK) dan IFRS di sini atau di web ini

Sumber : Berita dari Website IAI

Friday, April 17, 2009

Tax Treaty Indonesia - Swiss

Indonesia akhirnya meratifikasi Tax Treaty dengan Swiss dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009
Perpres ini meratifikasi Protokol Perubahan Persetujuan dan Protokol antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss mengenai Penghindaran Pajak Berganda yang Berhubungan dengan Pajak-pajak atas penghasilan yang telah ditandatangani pada tanggal 8 Februari 2007 di Jakarta sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Konfederasi Swiss.

Versi lengkap dari Perpres tersebut dapat dilihat di sini.

Tuesday, April 14, 2009

Mesin pencari peraturan pajak Indonesia yang gratis di Internet

Bagaimana rasanya mencari peraturan pajak yang jumlahnya tak terhitung? Mesin pencari atau database peraturan pajak sangat diperlukan.
Jika database peraturan pajak yang diperlukan tentu diperlukan biaya, ditambah lagi dengan biaya update peraturan secara berkala.
Lalu adakah peraturan pajak Indonesia yang gratis di Indonesia?

Ternyata ada database peraturan pajak yang gratis dari
a. Dirjen Pajak berupa fasilitas pencarian peraturan perpajakan Indonesia, dan
b. Ortax, berupa database untuk pencarian peraturan perpajakan Indonesia

Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan :
a. Dirjen Pajak
Kelebihannya adalah database yang lengkap termasuk surat-surat Dirjen Pajak (private ruling) serta namun ada kekurangannya, pencarian tidak bisa dibedakan berdasarkan jenis pajak seperti PPN, PPh, PBB atau BPHTB. Kekurangan lain adalah tidak adanya link untuk peraturan yang terkait serta tidak ada status apakah peraturan tersebut sudah diperbaharui atau diganti

b. Ortax
Kekurangannya adalah tidak adanya surat-surat berupa ruling Dirjen Pajak namun kelebihannya adalah kemampuan pencarian yang memisahkan jenis pajak dan tanggal penerbitan peraturan. Disini juga ada link untuk peraturan terkait serta status apakah peraturan tersebut sudah diganti atau telah diperbaharui.

Sebenarnya dengan memanfaatkan kedua jenis database ini kita dapat mencari peraturan pajak yang cukup lengkap.
Selamat mencari ....

Monday, April 6, 2009

PTKP dan Masalah Ketidakadilan Pajak dari gugatan hingga putusan MK

Berita tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dipermasalahkan dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) membuat banyak pihak bertanya-tanya tentang keadilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) di Indonesia, sudahkah PTKP memberikan keadilan bagi Wajib Pajak? Menkeu sendiri dalam tanggapannya menyatakan bahwa PTKP sudah memberikan keadilan.

Uji materi tersebut diajukan karena pasal 7 ayat (1) dari UU Pajak Penghasilan (PPh) tentang PTKP, selain karena pasal 9 ayat (1), dirasa memberatkan beban hidup pemohon dengan menyatakan adanya pasal tersebut menyebabkan beban hidup pemohon semakin berat karena kecilnya fasilitas pengurangan pajak yang diterima Pemohon sebagai Wajib Pajak yang tidak berdasarkan kebutuhan hidup minimum.

PTKP di Indonesia
UU PPh menetapkan PTKP bagi WP OP untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak sehingga WP OP mengurangi penghasilan netonya dengan PTKP yang ditetapkan pemerintah. Pada dasarnya untuk menghitung pajak yang harus dibayar, penghasilan kotor WP OP dapat dikurangi biaya-biaya yang ia keluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan hingga Wajib Pajak mendapatkan penghasilan neto. Setelah itu, WP OP dapat mengurangkan PTKP untuk mendapatkan penghasilan kena pajak. Namun apakah jumlah PTKP tersebut telah memberikan keadilan? Ternyata ada beberapa permasalahan.

Pertama-tama, meski salah satu teori yang dianut dalam pemungutan pajak adalah teori gaya pikul yang menjelaskan bahwa tekanan pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang sehingga pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang, PTKP pada dasarnya menyamaratakan semua WP OP kecuali status pernikahan dan jumlah tanggungan. Contoh perbedaan biaya hidup bisa dilihat dari penyamaan WP OP yang sakit dan yang sehat walau WP OP yang sakit-sakitan akan merasakan ketidakadilan bila PTKP yang ia dapatkan disamakan dengan PTKP orang yang sehat karena ia membutuhkan biaya besar untuk perawatan kesehatan.

Kedua, PTKP juga seakan-akan menganggap semua orang tidak memerlukan biaya untuk pendidikan. Seorang Wajib Pajak yang bekerja secara profesional seperti programmer, dosen atau pengacara membutuhkan pendidikan berkelanjutan untuk menambah ilmunya dan dengan peraturan PTKP, mereka tidak dapat mengurangi biaya pendidikan mereka untuk mengurangi pajak. Bagi Wajib Pajak yang berkeluarga, biaya pendidikan yang jauh lebih besar dibutuhkan untuk anak mereka yang sedang kuliah sedangkan dalam PTKP tidak ada perbedaan demikian.

Ketiga, penyesuaian jumlah PTKP berdasarkan UU PPh dapat dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini dapat diartikan bahwa jumlah PTKP harus selalu sesuai dengan keadaan contohnya dengan tingkat inflasi. Penyesuaian jumlah PTKP yang tidak tepat waktu dapat menciptakan ketidakadilan bagi Wajib Pajak.

Keempat, PTKP tidak membedakan Wajib Pajak berdasarkan lokasi tempat tinggal. Dirjen Pajak dalam peraturan tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto secara tidak langsung mengakui adanya perbedaan biaya hidup antara Wajib Pajak yang tinggal di 10 ibu kota propinsi, kota propinsi dan tempat lainnya, sehingga Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Jakarta akan menanggung biaya usaha lebih besar dan membuat penghasilan netonya akan lebih kecil dibandingkan Wajib Pajak dengan usaha sama di Papua misalnya. Pembedaan ini ternyata tidak ada dalam PTKP sehingga tidak ada pembedaan PTKP antara Wajib Pajak di Jawa dan luar Jawa misalnya.

Perbandingan dengan negara lain
Di negara lain, PTKP dapat dibandingkan dengan allowance atau personal deduction atau personal relief kepada Wajib Pajak. Peraturan Pajak di Amerika Serikat memungkinkan Wajib Pajak mengurangkan biaya sekolah anak, biaya perawatan kesehatan, biaya bunga atas pinjaman rumah hingga pembayaran tunjangan istri (alimony payment). Hal yang sama juga dapat ditemukan di Eropa. Belanda, misalnya, mengijinkan adanya personal deduction bagi WP OP atas bunga pinjaman rumah yang ditempati Wajib Pajak serta biaya medis bagi masalah cacat tubuh.

Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia juga memberikan hal yang sama bagi Wajib Pajak, bahkan kedua negara tersebut sama-sama memberikan personal relief yang cukup lengkap sebagai pengurang pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki anak dengan cacat tubuh. Singapura bahkan mengijinkan Wajib Pajak menerima personal relief khusus bagi Wajib Pajak yang merawat orang tua yang cacat. Jumlah personal relief di Singapura juga dibedakan berdasarkan umur. Malaysia selain memberikan hal-hal yang tersebut diatas, juga memberikan personal relief khusus bagi anak kandung yang cacat dan melanjutkan pendidikan tinggi serta beragam personal relief lainnya termasuk relief atas pendidikan lanjutan bagi Wajib Pajak biasa.

Dapat kita simpulkan bahwa peraturan pajak, khususnya dalam hal PTKP, sudah jauh tertinggal dibanding negara lain serta memberikan ketidakadilan bagi Wajib Pajak. Peraturan yang lebih baik dalam hal PTKP akan sanggup menambah kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hal inilah yang perlu dipahami tidak hanya bagi Wajib Pajak tapi juga bagi pemerintah dan hakim di mahkamah konstitusi yang akan memberikan putusannya.

Putusan MK
MK akhirnya mengeluarkan putusan dan menolak gugatan atas PTKP dimana majelis hakim MK menolak uji materi terhadap UU 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Uji materi itu diajukan oleh DR Gustian Djuanda yang berprofesi sebagai dosen STEKPI.
Ketua Majelas Hakim M. Mahfud MD mengatakan permohonan uji materi tersebut tidak dapat dikabulkan karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dalam perkara tersebut.
"Dalil pemohon bahwa pasal 7 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh 2008 bertentangan dengan pasal 27 ayat 2, pasal 28B ayat 1, dan pasal 28H ayat 1 UUD 1945 tidak terbukti sehingga oleh sebab itu permohonan tidak beralasan," katanya saat membacakan amar putusan dalam sidang pleno di gedung MK hari ini.

MK berpendapat bahwa pengaturan PTKP merupakan kebijakan pemerintah yang sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah yang diwajibkan kepada setiap WN tanpa dikaitkan dengan upah minimum.

Kesimpulan
Penulis sendiri tetap berpendapat, seperti yang pernah penulis tulis di postingan sebelumnya bahwa dapat terjadi masalah ketidakadilan dalam PPh OP dan PTKP hanyalah salah satu permasalahan ketidakadilan selain beban istimewa lainnya. Dapat dikatakan juga bahwa peraturan PPh OP di Indonesia sangat kurang dan berakibat kurangnya penerapan prinsip keadilan bagi WP OP.

Catatan :
Ternyata penulis tidak sendirian dalam hal masalah keadilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, gugatan ini menunjukkan ada yang menganggap bahwa PPh OP mempunyai masalah ketidakadilan Silahkan liat di posting sebelumnya tentang PPh OP dan ketidakadilan pajak


Referensi :
- Besaran PTKP dipermasalahkan, gugatan atas PTKP di mahkamah konstitusi
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/27/00573169/besaran.ptkp.dipermasalahkan

- Ada peluang PTKP dinaikkan
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/21/03480286/ada.peluang.ptkp.dinaikkan

- Membayar Pajak tidak perlu kaya dulu serta putusan MK atas uji materi bagi PTKP
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/03/20/1412240/Dirjen.Pajak.Bayar.Pajak.Tak.Perlu.Kaya.Dulu

- MK tolak uji materi UU PPh
http://news.antara.co.id/arc/2009/3/20/mk-tolak-uji-materi-uu-pph/

- MK tolak permohonan uji materi soal PPh
http://web.bisnis.com/keuangan/ekonomi-makro/1id109370.html

Wednesday, April 1, 2009

Iklan pajak versi Indonesia dan Luar Negeri

Ternyata You tube menyimpan iklan pajak dari berbagai negara
dari Indonesia


iklan diatas berisi tentang ajakan memiliki NPWP bagi wajib pajak

juga dari negara lain


Uniknya iklan pajak dari Amerika ini menggunakan Donald Duck dengan latar belakang perang dunia ke-2 yang mempunyai nuansa propaganda yang kuat

Sudahkah iklan pajak di Indonesia efektif?
Penulis sendiri berpendapat bahwa iklan pajak telah cukup efektif dengan program sunset policy yang cukup berhasil menjaring WP baru sehingga terjadi peningkatan jumlah WP yang signifikan

Tuesday, March 31, 2009

Humor : Pelaporan aktiva di SPT PPh OP




Seperti inikah juga cara pandang petugas pajak di Indonesia melihat aktiva yang baru dilaporkan dalam SPT Tahunan?

Belum lama ini WP di Indonesia sibuk melaporkan hartanya di SPT Tahunan PPh OP...
banyak yang baru pertama kali melaporkan hartanya di SPT

Silakan merenung... :-P

Humor diambil dari web ini
Silakan lihat juga artikel pelaporan aktiva

Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Masalah Keadilan

Sudah anda merasa Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) memberi keadilan? Apa saja permasalahan keadilan? Bagaimana pemecahannya?


Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) adalah potensi besar untuk penerimaan negara yang belum banyak tersentuh. Di negara lain bahkan penerimaan pajak terbesar berasal dari penerimaan pajak orang pribadi, satu hal yang belum terwujud di Indonesia karena potensi penerimaan pajak orang pribadi yang belum digali. Perlu diingat, pemerintah telah terus berusaha meningkatkan jumlah WP OP


Namun apakah penggalian potensi oleh Direktorat Jenderal Pajak tidak akan menimbulkan masalah keadilan di kemudian hari adalah satu masalah yang perlu segera dipecahkan bagi pembayar pajak agar tidak menimbulkan permasalahan lain di kemudian hari dengan contoh nyata dalam penerapan PTKP serta wajib pajak dengan keadaan khusus.


Apa saja masalah penerapan keadilan dalam PPh OP yang sedang dan dapat terjadi? Serta bagaimana pemecahan permasalahan keadilan itu? Bagaimana dengan penerapan keadilan di negara lain?


Keadilan bagi Wajib Pajak

Perlu diingat adanya prinsip atau teori gaya pikul . Teori ini menjelaskan bahwa tekanan pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang dan untuk mengukurnya selain dapat mempergunakan penghasilan dan kekayaan, juga dapat menggunakan pengeluaran dan pembelanjaan seseorang.


Permasalahan Keadilan

Peraturan perpajakan tentang PPh OP yang ada sangat terbatas, hal ini karena adanya keadaan yang sangat beragam antara WP OP. Contoh yang ada yakni beban istimewa bagi WP, hal ini juga menyatakan bahwa adanya perbedaan karena beban istimewa itu, R. Santoso Brotodihardjo, SH dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang telah menjadi buku klasik karena merupakan buku pertama yang mengkaji hukum pajak dalam bahasa Indonesia (diterbitkan tahun 1958) menjelaskan salah satu contoh ketidakadilan yang mungkin terjadi dalam pengeluaran WP atas biaya kesehatan karena penyakit. Hal ini meski sudah bisa dilakukan sejak puluhan tahun lalu di Belanda, sampai saat ini belum bisa dilakukan di Indonesia


Contoh lainnya dapat dilihat dari WP OP yang harus mengeluarkan biaya pendidikan lanjutan, biaya pengasuhan anak dll. Biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan. Kita juga dapat melihat bahwa penyandang cacat tidak dapat mengurangkan biaya-biaya tertentu sebagai penyandang cacat


Negara Lain

Disaat negara lain seperti Singapura dan Malaysia telah memberikan personal relief atau allowance yang lengkap, seperti personal relief yang membedakan umur pembayar pajak, tidak seperti PTKP yang menyamaratakan WP, relief untuk penyandang cacat, alllowance untuk pendidikan profesi.


Jika masalah ini tidak dipecahkan, dapat terjadi masalah ini akan menjadi sengketa pajak di masa mendatang. Perlu diingat bahwa prinsip keadilan yang lebih baik dapat meningkatkan partisipasi WP dalam membayar pajak.


Catatan :

Tulisan ini telah dimuat di majalah Inside Tax, Oktober 2008. Tulisan lengkap dapat dilihat di majalah tersebut. Saat ini di tahun 2009 jumlah WP OP meningkat tajam sehingga peraturan yang lebih baik dan menerapkan prinsip keadilan bagi PPh OP sangat diperlukan,

Thursday, February 26, 2009

Pelaporan Harta dalam SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi

Sehubungan gencarnya gaung sunset policy yang dikampanyekan Wajib Pajak, banyak Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) melaporkan asset yang mereka miliki dan berharap adanya “pemutihan pajak” akan asset yang dilaporkan dalam SPT mereka baik dalam SPT yang baru mereka masukkan atau SPT Pembetulan. Benarkah pemutihan itu dan bagaimana peraturan pajak sehubungan dengan kepemilikan asset tersebut? Tulisan ini akan menyorot baik dari Sunset yang berakhir February 2009 ini dan peraturan perpajakan secara umum terutama perlakuan pajak atas asset yang telah dilaporkan tersebut.

A. Penambahan Aktiva (Harta)
- Penambahan aktiva dapat dihitung sebagai penghasilan yang belum dilaporkan pajak,
Misal : Tuan Hartono mempunyai penambahan harta di tahun 2007 berupa tanah sebesar 100 juta sedang penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP hanya 50 juta, Hal ini dapat dijadikan dasar penghasilan yang belum dilaporkan. Dasar hokumnya contohnya adalah pasal 4(1)(p) UU Pajak Penghasilan.

- Penambahan aktiva yang tidak dihitung sebagai penghasilan yang belum dilaporkan pajak
a. Dapat terjadi seseorang menerima warisan dari orang tuanya, yang berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak, namun syaratnya adalah berasal dari orang tua kandung, lihat pasal 4(3)(a)(1) dari UU Pajak Penghasilan

b. Bila akumulasi penghasilan dari tahun sebelumnya masih memungkinkan untuk menambah aktiva tersebut
Misal : Cynthia Sumuk melaporkan penghasilan dalam SPT Tahunan PPh OP dari tahun 2000 hingga 2005 sebesar 500 juta, sehingga adalah normal jika Cynthia yang penyanyi ini membeli rumah seharga 150 juta di tahun 2005.

B. Penurunan Jumlah Aktiva (Harta)
- Aktiva berkurang karena dijual
a. Tanah dan atau bangunan
Untuk aktiva tanah dan atau bangunan, penghasilan berupa PPh Final jadi sudah dikenakan dan tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lainnya

b. Aktiva bergerak seperti kendaraan
Untuk penjualan aktiva ini, dapat terutang pajak atas laba dari penjualan aktiva, meski sangat jarang kendaraan dijual lebih tinggi dari harga perolehannya karena sangat besar kemungkinan harganya akan menurun setelah pembelian

C. Bebas Pajak sepenuhnya karena daluarsa
Sebenarnya jika aktiva diperoleh lebih dari 10 tahun, pihak pajak tidak berwenang lagi menagih pajak yang terutang, jika ada penghasilan yang belum dilaporkan. Inilah yang dimaksud daluarsa pajak, lihat pasal 22 UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Oleh karenanya jika ada WP yang melaporkan aktiva yang ia peroleh tahun 1990 atau bahkan tahun 1980-an ia sudah bebas pajak atas aktiva yang ia laporkan tersebut.

Semoga memberi pencerahan, ah melapor pajak, siapa takut???
Catatan :
Tulisan ini dibuat karena beberapa orang bertanya kepada penulis tentang pelaporan aktiva dalam SPT Tahunan OP