Showing posts with label subjek pajak. Show all posts
Showing posts with label subjek pajak. Show all posts

Thursday, August 30, 2012

Multiply.com, kepindahan kantor pusat dan pajak internasional

Multiply.com belum lama ini membuat berita dengan memindahkan kantor pusatnya dari Amerika Serikat ke Indonesia dan belakangan berencana menutup layanan social network termasuk blogging yang menggemparkan blogger multiply.

Lantas apa akibat perpajakan dari kepindahan ini?
Berdasarkan data dari website-nya dipastikan bahwa perusahaan memiliki kantor pusat di Indonesia dan dipimpin oleh CEO Stefan Magdalinski yang berkedudukan di Jakarta.

Tanpa melihat kepastian hukum apakah perusahaan ini masih berbadan hukum Amerika, kita dapat melihat akibat perpajakan atas kepindahan kantore pusat perusahaan ini ke Indonesia. Kewajiban perpajakan multiply.com, khususnya pajak penghasilan akan berada sepenuhnya di Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak dapat menggunakan Peraturan DJP No. PER-43/PJ/2011 tanggal 28 Desember 2011 untuk menetapkan multiply.com sebagai subjek pajak dalam negeri di Indonesia dan memiliki hak pemajakan atas seluruh penghasilan multiply.com  dengan menggunakan pasal 15 dari PER-43 tersebut yang menjelaskan
(1) Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah Subjek Pajak badan yang:
a.mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dalam akta pendirian badan,
b.mempunyai kantor pusat di Indonesia,

c.mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
d.mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang melakukan pengendalian,
e.pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan strategis, atau
f.pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.

Jika perusahaan masih berbadan hukum Amerika, karena sebelumnya berkantor pusat di Florida, maka berdasarkan Tax Treaty Indonesia dan Amerika, pasal 4(1) dijelaskan bahwa :

In this Convention, the term "resident of a Contracting State" means any person who under the laws of that State is liable to tax therein by reason of his domicile, residence, place of incorporation, place of management or any other criterion of a similar nature.

Selanjutnya menurut pasal 4(4) dari Tax Treaty tersebut dijelaskan

Where by reason of the provisions of paragraph 1 a company is a resident of both Contracting States, when it shall be deemed to be a resident of the State in which it is organized or incorporated.


Melihat pasal 4(1) dan 4(4) dapat dikatakan bahwa jika multiply.com berbadan hukum Amerika maka Amerika Serikat, khususnya IRS dapat berpendapat bahwa multiply.com meski memiliki kantor pusat dan place of management di Indonesia namun akan tetap dianggap sebagai residen di AS dan menganggap bahwa multiply.com mempunyai permanent establishment (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia dan memberi kredit pajak atas penghasilan yang diterima di Indonesia.

Lain ceritanya jika multiply.com tidak berbadan hukum di Amerika Serikat atau negara lain yang tidak memiliki Tax Treaty dengan Indonesia  maka DJP dapat menggunakan PER-43 serta pasal 2 UU PPh yang mengatakan bahwa subjek pajak dalam negeri dapat didasarkan atas badan yang bertempat kedudukan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Contoh lain, dalam skala yang jauh lebih besar adalah kepindahan kantor pusat Royal Dutch Shell dari London, Inggris ke Den Haag, Belanda  dengan tetap berbadan hukum Inggris

Dalam beberapa kasus, perpindahan kewajiban perpajakan dilakukan perusahaan multinasional untuk mendapatkan keuntungan pajak dengan memindahkan lokasi kantor pusat ke negara yang memberikan keuntungan pajak, tax incentives atau tarif pajak yang lebih rendah namun untuk kasus multiply.com yang terjadi adalah untuk mendekati pasar utama mereka di Indonesia dan Filipina.

Penulis juga mendapatkan paper ilimiah tentang Headquarter Relocation and International Taxation yang membahas kepindahan kantor pusat perusahaan multinasional dan permasalahan pajak yang ada

Perlu dicatat juga terlepas permasalahan diatas, multiply.com sebagai bentuk usaha tetap mempunyai kewajiban perpajakan atas PPN juga yang terkadang dilewatkan dalam perencanaan pajak di Indonesia

Tuesday, April 3, 2012

Pelaporan penghasilan WNI di Luar Negeri

Lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang pelaporan SPT PPh OP, sekarang yang jadi pertanyaan adalah pelaporan penghasilan WNI di Luar Negeri , apakah penghasilan tersebut dilaporkan di Indonesia atau penghasilan tersebut dilaporkan di negara tempat WNI tersebut itu tinggal?

Sebagai contoh :
Bapak A, seorang WNI yang tinggal di Singapura mempunyai beberapa properti di Indonesia yang ia sewakan, namun ia sekarang bekerja di Singapura dan mempunyai penghasilan dari dividen atas perusahaan Indonesia dan Malaysia.
Bagaimana ia seharusnya melaporkan penghasilan tersebut?

Subjek Pajak Luar Negeri vs Subjek Pajak Dalam Negeri
Jika seorang WNI merupakan subjek pajak luar negeri sesuai pasal 2(4) UU PPh karena bertempat tinggal di luar negeri selama lebih dari 183 hari dalam masa 12 bulan (setahun) maka seharusnya penghasilan yang ia terima hanya dilaporkan di negara tempat ia bertempat tinggal . Menariknya, Singapura menganut territorial tax base sehingga penghasilan dari luar Singapura pada dasarnya tidak dikenakan pajak di Singapura. Berbeda dengan Indonesia yang menganut worldwide tax base sehingga seluruh penghasilan baik dari dalam dan luar negeri dilaporkan di Indonesia.

Pelaporan SPT
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, tampaknya Bapak A akan tetap dapat wajib melaporkan SPT di Singapura dan Indonesia. Namun tentunya perlu pengujian lebih lanjut untuk peraturan di Singapura yang jelas berbeda dengan Indonesia.

Permasalahan lain
Dapat saja terjadi seseorang dianggap sebagai residen di dua negara, missal Indonesia dan Singapura. Masalah lain yang bisa terjadi apabila seseorang tidak bertempat tinggal lebih dari 183 hari di satu negara pun. Permasalahan ini dapat dicari jalan keluarnya terutama jika terdapat tax treaty antara kedua negara.

Permasalahan seperti Bapak A semakin sering terjadi terutama karena semakin banyaknya WNI yang menjadi PR di negara lain sehingga mereka dapat saja memperoleh penghasilan di kedua negara dan dapat secara sah tinggal di kedua negara.

Contoh di negara lain
IRS (Internal Revenue Service) dari Amerika Serikat mempunyai ketentuan tersendiri tentang pelaporan pajak dari warga negara AS yang tinggal di negara lain dan warga non AS yang mempunyai green card sehingga semakin sukar tampaknya untuk lari dari kewajiban pajak bagi warga AS.

Tuesday, January 31, 2012

Akhir Tahun 2011 dan Perpajakan Internasional - Subjek Pajak Luar Negeri (Bagian I)

Di akhir tahun 2011, Dirjen Pajak menerbitkan beberapa peraturan pajak, secara bersamaan tanggal 28 Desember 2011, yang mengatur tentang perpajakan internasional :
-Subjek Pajak Luar Negeri dan Dalam Negeri
-Pemeriksaan Pajak berdasarkan Pertukaran Informasi dalam Tax Treaty
-Pelaksanaan Penagihan Pajak Berdasarkan Tax Treaty


(Bagian I)
Subjek Pajak Luar Negeri
Peraturan DJP No: PER-43/PJ/2011 tentang Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri berguna untuk menjelaskan penentuan seseorang atau perusahaan sebagai subjek pajak dalam negeri dan luar negeri sehingga dapat diketahui, berdasarkan penjelasan PER-43 ini, negara mana yang memiliki hak untuk mengenakan pajak (taxing right) atas wajib pajak tersebut. Dalam pasal 7 hingga pasal 13 dari PER-43 diatur cara penentuan subjek pajak untuk wajib pajak orang pribadi. Bagi wajib pajak badan, pasal 14 hingga pasal 16 mengatur secara lebih lanjut.

Contoh penerapan PER-43 adalah sebagai berikut :
a. Ekspatriat asing yang tinggal di Indonesia
Berdasarkan peraturan ini, ekspat WNA akan mulai menjadi wajib pajak di Indonesia dimana seluruh penghasilan di seluruh dunia dari ekspat tersebut akan dikenakan pajak di Indonesia yang dapat diterapkan sejak saat ia menerima kartu ijin tinggal atau mulai tinggal di Indonesia meski ia belum berada di Indonesia lebih dari 183 hari sesuai Pasal 11 dari PER-43.

Hal ini berakibat tarif PPh yang dikenakan adalah tarif PPh progresif sesuai Pasal 17 UU PPh jika ia dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri sedangkan jika ia tidak dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri, tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 20% berdasarkan Pasal 26 UU PPh.

b.WNI yang meninggalkan Indonesia
PER-43 memberi penjelasan bahwa WNI yang tinggal di luar negeri, yang dibuktikan dengan green card atau ijin tinggal di luar negeri sesuai Pasal 8 dari PER-43, dapat tidak dikenakan pajak sebagai subjek pajak dalam negeri dan Indonesia tidak memiliki hak mengenakan pajak (taxing right) atas keseluruhan penghasilan dari orang pribadi tersebut.

Jika WNI tersebut menerima penghasilan tersebut dari Indonesia, penghasilan tersebut akan dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20%.

c.Perusahaan asing yang menjalankan manajemen strategis perusahaan di Indonesia
Meskipun satu perusahaan didirikan di luar negeri dengan hukum luar negeri namun perusahaan tersebut dapat sepenuhnya dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri di Indonesia dimana Indonesia memiliki hak penuh untuk mengenakan pajak (taxing right) atas keseluruhan penghasilan perusahaan tersebut jika ketentuan dalam Pasal 15 dan 16 dari PER-43 tersebut terpenuhi apabila keputusan strategis atau manajemen operasional perusahaan asing tersebut dijalankan di Indonesia.

Perusahaan asing tersebut akan dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri sama dengan perusahaan Indonesia yang didirikan di Indonesia.

Kesimpulan
Secara singkat, PER-43 merupakan penjelasan atas praktek yang telah lama berlaku di Indonesia serta dapat menjadi satu cara untuk mengatasi penghindaran pajak dari wajib pajak.

(lanjut ke bagian berikutnya)