Monday, October 19, 2009

Bencana, sumbangan dan perlakuan pajak

Bencana gempa yang menyedihkan di Padang terlihat serupa dengan gempa dan tsunami di Aceh serta gempa di Yogya. Sehubungan dengan pajak, pemerintah menetapkan perlakuan pajak atas sumbangan sebagaimana berikut :

a. Sebagai contoh, pemerintah atau Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 yang mengatur sumbangan untuk bencana alam gempa di Yogya dan pantai selatam Jawa.

b. Sumbangan juga telah diatur oleh pemerintah sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2007 tentang fasilitas perpajakan dalam rangka bencana alam di Aceh dan Nias.

Inti dari peraturan diatas adalah sumbangan yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak dapat diperhitungkan sebagai biaya, hal ini sesuai dengan pasal 6(1) huruf i dalam UU PPh tahun 2008 yang berbunyi :

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;


Sebelum revisi tahun 2008, UU PPh tidak memuat ketentuan sumbangan atas penanggulangan bencana nasional. Cukup menarik juga bahwa dua peraturan diatas terbit sebelum revisi UU PPh di tahun 2008

Ada beberapa hal yang perlu dicermati seperti bencana apa yang digolongkan sebagai bencana nasional dan kriteria penggolongan bencana nasional.
Akankah ada peraturan pajak terbaru tentang bencana setelah gempa di Padang?

Tuesday, October 6, 2009

Offshore Bank dan Wajib Pajak Indonesia (Tax Treaty Lebih Efektif daripada Intelijen Pajak)

Kontan, 28 September 2009
Offshore Bank dan Wajib Pajak Indonesia
(Tax Treaty Lebih Efektif daripada Intelijen Pajak)



Pemerintah Amerika Serikat (AS) akhirnya akan berhasil mendapatkan data sekitar
4,450 rekening Wajib Pajak (WP) AS dari sekitar 52.000 rekening warga AS di Bank UBS di
Swiss yang diduga dipakai menyembunyikan penghasilan dari kewajiban pajak di AS dan
diperkirakan jutaan dollar pajak dapat diperoleh AS dari pajak yang belum dibayar termasuk
dendanya. Permasalahan offshore bank ini tidak hanya terjadi di AS namun juga di Jerman,
Inggris, Perancis bahkan hingga Indonesia.

Offshore bank, atau bank yang berada di luar negara tempat kediaman nasabah,
umumnya terletak di negara yang digolongkan tax haven. Salah satu keuntungannya adalah
kerahasiaan perbankan yang dipegang erat dan oleh banyak pihak, terutama nasabah kaya yang
digolongkan High Net Worth Individual (HNWI), digunakan untuk menyembunyikan kekayaan
dari pihak pajak. Khusus Indonesia, offshore bank dapat digunakan karena ketidakpercayaan
terhadap perbankan Indonesia.

Kasus penggunanaan offshore bank untuk menyembunyikan aset dari petugas pajak
muncul di berbagai negara. Jerman di tahun 2008 mendapatkan data sekitar 900 rekening warga Jerman di bank Lichtenstein dan diduga telah menggelapkan pajak dengan menyembunyikan kekayaan mereka. Data ini terungkap setelah dinas intelejen Jerman membeli data tersebut dari seseorang seharga 5 juta euro dengan sepengetahuan Menteri Keuangan Jerman
Perancis bulan lalu juga menyatakan bahwa mereka berhasil mendapatkan data 3,000
warga Perancis yang mempunyai rekening bank di Swiss dan dicurigai belum dilaporkan dalam
laporan pajak. Inggris belum lama ini juga memperingatkan warganya yang menyimpan
kekayaan mereka di offshore bank untuk segera melaporkan rekening offshore bank yang
belum mereka laporkan untuk mendapatkan sanksi pajak yang lebih kecil. Di Indonesia,
diperkirakan ada dana WP sebesar 85 milyar US Dollar per tahun di Singapura saja
(Okezone.com, 27 April 2009).

Tindakan WP yang tidak melaporkan penghasilan mereka di offshore bank dapat
digolongkan sebagai penggelapan pajak karena tidak melaporkan penghasilan secara benar dan
dapat diganjar dengan sanksi pidana penjara maksimal 6 tahun serta denda paling banyak 4 kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan pasal 39 (1) UU KUP.

Pertukaran Informasi
Karena tekanan berbagai negara atas digunakannya offshore bank untuk penggelapan
pajak, kerahasiaan bank di berbagai negara telah dikendurkan, contohnya Austria yang baru saja
mengesahkan UU tentang Pertukaran Informasi yang memungkinkan otoritas pajak asing untuk
memperoleh data perbankan bagi warga non Austria yang selama ini terlindungi oleh
kerahasiaan perbankan.
Uni Eropa (UE) menerbitkan memberlakukan European Union Savings Tax Directive
yang diberlakukan pada bank di UE mulai tahun 2005 yang diantaranya berisi pertukaran
informasi berupa automatic exchange of information kepada otoritas pajak di negara lain dalam
UE atas data pembayaran bunga bank kepada nasabah, Aturan ini berlaku bagi setiap individu
yang menjadi residen di satu negara UE dan menerima pembayaran bunga dari bank di negara
UE lainnya. Salah satu alasan dibuatnya aturan ini adalah pencegahan penggelapan pajak bagi
residen di UE namun kelemahannya adalah tidak mengikat bagi bank di luar UE.

Karena pentingnya pertukaran informasi, beberapa negara belum lama ini membuat
amandemen tax treaty perihal pertukaran informasi pajak seperti Belanda, Inggris, dan Belgia
yang baru-baru ini melakukan amandemen Tax Treaty dengan Singapura dengan merubah dan
memperluas cakupan ketentuan pertukaran informasi yang memungkinkan permintaan
informasi atas data yang disimpan oleh bank. Kelemahan dari pertukaran informasi dalam tax
treaty tersebut adalah didasarkan atas permintaan (on request) dan bukan berdasarkan
automatic exchange of information.

Wajib Pajak Indonesia
Ruang gerak WP untuk melakukan penggelapan pajak di Indonesia menjadi sempit
karena Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah menggunakan akses untuk memperoleh data
perbankan milik WP (Kontan, 31 Agustus 2009). Kemampuan DJP untuk membuka rekening
bank WP didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-pihak yang Terikat oleh Kewajiban
Merahasiakan.

Kelemahan dari PMK 201 diatas adalah akses hanya terbatas pada perbankan dalam
negeri dan tidak mengatur tentang bank luar negeri (offshore bank) meski banyak WP memiliki
rekening bank luar negeri. Pemerintah dapat saja mengikuti negara lain yang mewajibkan WP
untuk melaporkan offshore bank account untuk menghindari penyembunyian penghasilan di
luar negeri. Kewajiban lapor ini dapat diterapkan pada WP tertentu seperti WP di KPP Wajib
Pajak Besar Orang Pribadi yang baru dibuka tahun 2009 ini. Pemerintah juga dapat
menggunakan Tax Treaty dengan negara lain, terutama dengan membuat amandemen ketentuan pertukaran informasi, untuk mendapatkan data offshore bank account dari WP Indonesia.

Aturan jelas di Indonesia tentang offshore bank account bagi WP jelas sangat diperlukan. Selain itu penggunaan ketentuan pertukaran informasi dalam Tax Treaty juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah penggelapan pajak di Indonesia yang mungkin lebih efektif daripada hanya mengandalkan intelejen pajak di luar negeri.

Keterangan :
- Ini adalah tulisan asli sebelum diedit harian kontan, editor mengubah judulnya dari Offshore Bank dan Wajib Pajak Indonesia menjadi Tax Treaty lebih efektif daripada Intelijen Pajak

-Edisi cetak bisa dilihat di kontan e-paper,
http://www.kontan.co.id/index.php/epaper

- Ada kesalahan ketik di harian kontan seperti pasal 39 (1) KUP yang salah ditulis pasalnya

- Offshore Bank sebenarnya perlu diatur entah birokrasi Indonesia seperti acuh tak mengerti



Thursday, October 1, 2009

UU PPN yang baru disahkan tahun 2009 ini

Akhirnya DPR mengesahkan UU PPN yang baru pada tanggal 16 September 2009 kemarin.
Seperti diberitakan disini saat UU PPN disahkan, dimana terdapat perubahan seperti :
- wewenang Menkeu,
- sektor jasa yang bebas PPN,
- VAT refund bagi turis,
- merger yang bebas PPN, hingga
- kebutuhan pokok yang bebas PPN
- peraturan PPN yang lebih baik bagi usaha berbasis syariah
yang menjelaskan pengaruh aturan PPN atas bisnis berdasar syariah

The tax law revision, to take effect next April, would scrap double VAT taxation in Islamic financial market transactions and lower transfer costs of taxable assets in corporate mergers and acquisitions. VAT on basic foodstuffs such as eggs, milk, fruit, soybeans and meat would also be dropped to make them more affordable.

atau dapat juga pokok perubahan seperti dilihat disini

Menurut satu artikel dijelaskan demikian atas pokok-pokok perubahan UU PPN yakni :

Luxury tax varies from 10 to 200 percent.
VAT is set at 10 percent, but the government can move it by 5 to 15 percent.
Staple foodstuffs (fresh meat, eggs, milk, vegetables and fruits) will be exempt from the VAT.
VAT on some objects, including mining commodities and food and beverages served at restaurants or hotels will be eliminated.
The VAT will not be imposed on financial services.
Businesses that have yet to produce can withhold their VAT payments, but if they have not produced within three years they must pay the VAT.
Tax refunds for foreign tourists traveling via airports and the VAT of the goods they have purchased if they amount to at least Rp 500,000.


RUU yang baru saja disahkan juga dapat diunduh disini termasuk RUU PPN serta persandingan antara UU PPN lama tahun 2000 dan UU PPN tahun 2009
Namun Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) masih diperlukan untuk mengatur PPN lebih lanjut