Monday, November 16, 2009

Tax Treaty Abuse (Part 2) – Penyalahgunaan P3B dan Special Purpose Vehicle

Melanjutkan posting sebelumnya, PER 62 ternyata dapat berpengaruh pada beberapa badan yang didirikan semata-mata untuk mengambil keuntungan dari Tax Treaty atau P3B diantaranya :

a. Special Purpose Vehicle (SPV) yang didirikan untuk penerbitan obligasi
SPV yang didirikan untuk mendukung penerbitan obligasi atau surat hutang ke luar negeri. SPV didirikan untuk mendapatkan tarif pajak yang lebih rendah dari 20% menjadi 10% atau bahkan hingga 0%.
Negara yang paling umum digunakan sebagai lokasi SPV adalah Belanda yang, berdasarkan Tax Treaty, memungkinkan tarif pajak sebesar 0%.
Dengan adanya pasal 4(5) dari PER 62, Dirjen Pajak dapat menolak keuntungan Tax Treaty yakni tarif pajak sebesar 0% atas SPV di Belanda. Dapat saja terjadi bahkan tarif pajak sebesar 10% sesuai Tax Treaty Indonesia – Belanda tidak dapat diterapkan karena ketentuan pasal 4(5) tersebut yang berbunyi bahwa perusahaan yang memenuhi persyaratan atas memenuhi persyaratan P3B adalah :
- tidak didirikan semata-mata untuk pemanfaatan P3B
- dikelola oleh manajemen sendiri
- mempunyai pegawai
- penghasilan yang terutang di Indonesia terkena pajak di negara penerima penghasilan
- tidak menggunakan lebih dari 50% dari penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk bunga, royalty atau imbalan lainnya.

Salah satu contoh terkenal tentang SPV dan beneficial owner adalah kasus Indofood yang menerbitkan obligasi lewat SPV di Mauritius dan kemudian lewat SPV di Belanda setelah Tax Treaty dengan Mauritius dibatalkan pemerintah Indonesia.

b. Holding Company
Pemerintah dapat saja menggunakan PER 62 untuk menolak keuntungan Tax Treaty atas Holding Company yang didirikan semata-mata untuk berinvestasi di Indonesia terutama holding company yang hanya berupa perusahaan perantara.
Contohnya adalah investor asal negara yang tidak memiliki Tax Treaty dengan Indonesia namun mendirikan perusahaan perantara di negara Treaty Partner untuk berinvestasi di Indonesia. Demikian juga halnya dengan investor asal Indonesia yang mendirikan perusahaan perantara untuk berinvestasi di Indonesia.

Kesimpulan :
Pendirian SPV untuk pendirian obligasi dapat mengalami permasalahan karena Dirjen Pajak dapat menolak penerapan Tax Treaty berdasarkan PER 62. Demikian juga dengan perusahaan perantara yang didirikan semata-mata untuk berinvestasi di Indonesia. Permasalahan akan bertambah jika pemerintah dapat menggunakan ketentuan pertukaran informasi berdasarkan Tax Treaty.

No comments: