Pemerintah berencana menerbitkan peraturan berisi daftar tax haven yang juga dapat menjelaskan perlakuan pajak yang akan diterapkan atas transaksi yang melibatkan tax haven yang ditengarai merugikan Indonesia karena dipakai untuk menghindari pajak
Meski dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) No.36 Tahun 2008, pasal 18 (3c), dijelaskan adanya tax haven sebagai negara yang memberikan perlindungan pajak, namun tidak ada peraturan pajak lebih lanjut yang menjelaskan kriteria tentang tax haven.
Perhatian yang meningkat atas tax haven juga terjadi setelah OECD mengeluarkan laporan terbaru tentang tax haven yang didasarkan atas beberapa kriteria seperti dari tidak adanya pungutan pajak atau pajak yang rendah, kurangnya pertukaran informasi, kurangnya transparansi dan ketiadaan persyaratan untuk kegiatan yang substantial. Belum lama ini OECD, lewat Secretary General Angel Gurria, mengeluarkan pernyataan bahwa tax haven telah merugikan negara-negara berkembang dalam hal pajak.
Ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan tax haven yakni : (1) Menyebutkan definisi tax haven, dan (2) Membuat peraturan tentang perlakuan perpajakan atas tax haven
Kriteria Tax Haven
Kriteria dari tax haven dari Indonesia mungkin kurang tepat jika membandingkannya dengan kriteria dari negara maju karena umumnya investor asal negara maju menggunakan tax haven sebagai perantara untuk berinvestasi di negara berkembang. Indonesia dapat saja mencontoh Brazil sebagai sesama negara berkembang dalam masalah tax haven.
Brazil di tahun 2008 mengesahkan UU yang menjelaskan definisi tax haven serta perlakuan pajak atas tax haven. Secara umum definisi tax haven di Brazil meliputi juridiksi yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak kurang dari 20%, namun UU baru tersebut menjelaskan bahwa definisi tax haven juga meliputi negara yang tidak mengungkapkan akses atas informasi terhadap (i) kepemilikan perusahaan yang berdiri di negara tersebut, atau (ii) menjelaskan beneficial owner atas penghasilan dari perusahaan tersebut.
UU baru di Brazil juga mengubah peraturan transfer pricing yang menetapkan bahwa transaksi yang dilakukan oleh residen di Brasil dengan individu atau badan hukum yang mengambil keuntungan dari favourable tax regime, tanpa memandang asal dan hubungannya akan diatur dengan peraturan transfer pricing. Favourable tax regime didefinisikan selain mencakup definisi atas tax haven juga mencakup negara yang menyediakan keuntungan pajak tanpa kegiatan ekonomi substantial dalam wilayahnya serta negara yang tidak memberikan akses atas informasi kepemilikan barang atau transaksi yang dilakukan disana.
Indonesia dapat saja menjelaskan kriteria atas tax haven dengan menggunakan ketentuan serupa ketentuan di Brazil dengan mengacu pada UU PPh.
Perlakuan pajak
Satu contoh lain dari Brazil atas transaksi yang melibatkan tax haven adalah penerapan tarif pajak yang lebih tinggi sehingga contohnya atas pembayaran royalti, bunga, jasa serta capital gain kepada tax haven akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi di Indonesia atas transaksi dengan tax haven akan dibatasi oleh UU PPh, pasal 26, sebesar 20 % atau sesuai dengan tax treaty.
Indonesia tidak dapat menerapkan tarif pajak sebesar 20% terhadap negara yang disebut sebagai tax haven seperti Singapura dan Swiss karena adanya tax treaty antara Indonesia dengan Singapura, yang diratifikasi tahun 1991, serta tax treaty dengan Swiss yang diratifkasi tahun 2009, yang menurunkan tarif pajak atas pembayaran yang dilakukan.
Indonesia juga membuat tax treaty dengan Labuan, Malaysia, yang juga disebut sebagai tax haven. Pemerintah bahkan sampai sekarang belum meratifikasi perubahan tax treaty dengan Malaysia dimana perubahan tersebut mengeluarkan Labuan dari cakupan tax treaty seperti tarif pajak yang lebih rendah.
Di masa lalu, Indonesia juga pernah membuat tax treaty dengan Mauritius, yang juga digolongkan sebagai tax haven, dan membatalkannya di tahun 2005.
Pemerintah Amerika Serikat, didukung Barack Obama, telah membuat rancangan UU (Stop Tax Haven Abuse Act) yang membatasi penggunaan tax haven pada wajib pajak Amerika. Salah satu isi rancangan UU itu adalah menyebutkan negara yang masuk dalam tax haven, persyaratan disclosure yang lebih luas serta sanksi yang lebih keras atas penghindaran pajak lewat tax haven.
Satu hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah membuat peraturan transfer pricing yang lebih baik dan melakukan penegakan peraturan transfer pricing dengan baik. Peraturan dan penegakan aturan transfer pricing di Indonesia tertinggal jauh dibanding China dan India (Global Transfer Pricing Survey – EY, 2006) bahkan peraturan transfer pricing di Indonesia sekarang tertinggal dibandingkan Singapura.
Tanpa adanya pembuatan dan penegakan peraturan transfer pricing yang baik, pembuatan definisi tax haven akan tidak banyak berguna karena meskipun transfer pricing dapat digunakan untuk tujuan positif namun transfer pricing dapat digunakan untuk menghindari pajak dengan menggunakan metode transfer pricing.
Selain peraturan transfer pricing, renegosiasi atau perubahan tax treaty serta segera meratifikasinya juga dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tax haven.
Meski dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) No.36 Tahun 2008, pasal 18 (3c), dijelaskan adanya tax haven sebagai negara yang memberikan perlindungan pajak, namun tidak ada peraturan pajak lebih lanjut yang menjelaskan kriteria tentang tax haven.
Perhatian yang meningkat atas tax haven juga terjadi setelah OECD mengeluarkan laporan terbaru tentang tax haven yang didasarkan atas beberapa kriteria seperti dari tidak adanya pungutan pajak atau pajak yang rendah, kurangnya pertukaran informasi, kurangnya transparansi dan ketiadaan persyaratan untuk kegiatan yang substantial. Belum lama ini OECD, lewat Secretary General Angel Gurria, mengeluarkan pernyataan bahwa tax haven telah merugikan negara-negara berkembang dalam hal pajak.
Ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan tax haven yakni : (1) Menyebutkan definisi tax haven, dan (2) Membuat peraturan tentang perlakuan perpajakan atas tax haven
Kriteria Tax Haven
Kriteria dari tax haven dari Indonesia mungkin kurang tepat jika membandingkannya dengan kriteria dari negara maju karena umumnya investor asal negara maju menggunakan tax haven sebagai perantara untuk berinvestasi di negara berkembang. Indonesia dapat saja mencontoh Brazil sebagai sesama negara berkembang dalam masalah tax haven.
Brazil di tahun 2008 mengesahkan UU yang menjelaskan definisi tax haven serta perlakuan pajak atas tax haven. Secara umum definisi tax haven di Brazil meliputi juridiksi yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak kurang dari 20%, namun UU baru tersebut menjelaskan bahwa definisi tax haven juga meliputi negara yang tidak mengungkapkan akses atas informasi terhadap (i) kepemilikan perusahaan yang berdiri di negara tersebut, atau (ii) menjelaskan beneficial owner atas penghasilan dari perusahaan tersebut.
UU baru di Brazil juga mengubah peraturan transfer pricing yang menetapkan bahwa transaksi yang dilakukan oleh residen di Brasil dengan individu atau badan hukum yang mengambil keuntungan dari favourable tax regime, tanpa memandang asal dan hubungannya akan diatur dengan peraturan transfer pricing. Favourable tax regime didefinisikan selain mencakup definisi atas tax haven juga mencakup negara yang menyediakan keuntungan pajak tanpa kegiatan ekonomi substantial dalam wilayahnya serta negara yang tidak memberikan akses atas informasi kepemilikan barang atau transaksi yang dilakukan disana.
Indonesia dapat saja menjelaskan kriteria atas tax haven dengan menggunakan ketentuan serupa ketentuan di Brazil dengan mengacu pada UU PPh.
Perlakuan pajak
Satu contoh lain dari Brazil atas transaksi yang melibatkan tax haven adalah penerapan tarif pajak yang lebih tinggi sehingga contohnya atas pembayaran royalti, bunga, jasa serta capital gain kepada tax haven akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi di Indonesia atas transaksi dengan tax haven akan dibatasi oleh UU PPh, pasal 26, sebesar 20 % atau sesuai dengan tax treaty.
Indonesia tidak dapat menerapkan tarif pajak sebesar 20% terhadap negara yang disebut sebagai tax haven seperti Singapura dan Swiss karena adanya tax treaty antara Indonesia dengan Singapura, yang diratifikasi tahun 1991, serta tax treaty dengan Swiss yang diratifkasi tahun 2009, yang menurunkan tarif pajak atas pembayaran yang dilakukan.
Indonesia juga membuat tax treaty dengan Labuan, Malaysia, yang juga disebut sebagai tax haven. Pemerintah bahkan sampai sekarang belum meratifikasi perubahan tax treaty dengan Malaysia dimana perubahan tersebut mengeluarkan Labuan dari cakupan tax treaty seperti tarif pajak yang lebih rendah.
Di masa lalu, Indonesia juga pernah membuat tax treaty dengan Mauritius, yang juga digolongkan sebagai tax haven, dan membatalkannya di tahun 2005.
Pemerintah Amerika Serikat, didukung Barack Obama, telah membuat rancangan UU (Stop Tax Haven Abuse Act) yang membatasi penggunaan tax haven pada wajib pajak Amerika. Salah satu isi rancangan UU itu adalah menyebutkan negara yang masuk dalam tax haven, persyaratan disclosure yang lebih luas serta sanksi yang lebih keras atas penghindaran pajak lewat tax haven.
Satu hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah membuat peraturan transfer pricing yang lebih baik dan melakukan penegakan peraturan transfer pricing dengan baik. Peraturan dan penegakan aturan transfer pricing di Indonesia tertinggal jauh dibanding China dan India (Global Transfer Pricing Survey – EY, 2006) bahkan peraturan transfer pricing di Indonesia sekarang tertinggal dibandingkan Singapura.
Tanpa adanya pembuatan dan penegakan peraturan transfer pricing yang baik, pembuatan definisi tax haven akan tidak banyak berguna karena meskipun transfer pricing dapat digunakan untuk tujuan positif namun transfer pricing dapat digunakan untuk menghindari pajak dengan menggunakan metode transfer pricing.
Selain peraturan transfer pricing, renegosiasi atau perubahan tax treaty serta segera meratifikasinya juga dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tax haven.
Catatan :
Tulisan ini adalah tulisan asli sebelum diedit oleh Harian Kontan
versi lain dapat dilihat di website berikut ini
No comments:
Post a Comment