Saturday, December 20, 2014

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Pelaporan PPh yang masih rendah

Masalah terbesar untuk PPh OP sepertinya adalah tingkat kepatuhan yang rendah di Indonesia.

Belum lama ini Menteri Keuangan mengatakan bahwa setoran PPh orang pribadi masih sangat rendah bahkan setoran PPh OP di perumahan mewah masih rendah seperti diungkapkandalam berita dibawah ini:
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan keheranannya atas para wajib pajak yang berdomisili di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. Karena ternyata pajak yang disetorkan hanya berkisar Rp 50-60 juta/tahun.

Menurut Bambang, kalangan masyarakat yang berdomisili di PIK berpendapatan tinggi. Bahkan seharusnya membayar pajak di atas Rp 100 juta atau lebih tinggi.

"Saya dikasih daftar nama alamat yang tinggal di PIK. Pastinya yang tinggal di PIK kan bukan pembayar pajak rendah. Harusnya lebih tinggi dari saya," kata Bambang di depan para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Jumat (19/12/2014).

"Saya lihat daftarnya, saya kaget sendiri. Di antara nama-nama yang seperti itu tidak ada SPT yang di atas Rp 100 juta, kebanyakan Rp 50-60 juta. Saya jawab, kok saya lebih kaya dari mereka ya?" ungkap Bambang.

Menurut Bambang, kejadian seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah. Wajib pajak dari kalangan atas dan tinggal di pusat kota pun masih sulit terdekteksi.

"Jadi WP orang pribadi itu rendah sekali. Itu adalah contoh, kok seperti ini profil pajaknya," tukasnya.


Berita tersebut juga menambahkan
Bambang menuturkan pajak orang pribadi di luar individu yang sudah dipotong secara langsung, hanya sebesar Rp 4 triliun. Sangat rendah dibandingkan total target Pajak Penghasilan (PPH) yang mencapai Rp 11.00 triliun.

"PPh itu di luar WP yang dipotong karena gaji itu cuma Rp 4 triliun dari total Rp 1.100 triliun," kata Bambang
.

Dapat dikatakan dengan melihat kenyataan tersebut, tingkat kepatuhan pajak masih rendah, namun apa dasar hukum dan cara  untuk meningkatkan kepatuhan PPh OP? 

Dasar Hukum untuk PPh yang belum dilaporkan
Jika memang ada PPh yang belum dilaporkan, apa yang dapat menjadi dasar hukum agar wajib pajak mau melaporkan penghasilan yang PPh-nya belum dilaporkan tersebut.

Pada dasarnya semua penghasilan dikenakan pajak kecuali UU mengatakan lain seperti pasal 4(3) UU PPh. Selanjutnya dalam pasal 4(1)(p) UU PPh menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yang termasuk didalamnya adalah tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa :
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak
dan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.


Cara pengawasan
Seperti pernah dijelaskan dalam tulisansebelumnya tentang pentingnya informasi perpajakan untuk mengetahui kepatuhan pajak dari wajib pajak orang pribadi seperti data pembelian dan penjualan barang tertentu terutama yang bersifat mewah bahkan telah muncul rencana agar mulai 2015 semua transaksi diatas 100 jutarupiah, terutama barang mewah, wajib mencantumkan NPWP.

Dirjen Pajak (DJP) juga pernah menerapkan biaya hidup sebagai patokan kepatuhan dan ketepatan pelaporan PPh OP seperti dijelaskan dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor tahun 1999 yang menjelaskan tentang biaya hidup dengan asumsi bahwa penghasilan neto wajib pajak setelah dikurangi dengan pembayaran PPh dengan memperhatikan PTKP serta sumber penerimaan lainnya minimal adalah sama dengan pengeluaran biaya hidup. Sayangnya dalam putusan tersebut, DJP tidak dapat menyebutkan alasan/dasar koreksinya sehingga biaya hidup rata-rata yang dibuat oleh Pemohon harus dikoreksi sesuai kewajaran. Juga, DJP juga tidak dapat memberi keterangan mengenai pedoman biaya hidup menurut kewajaran. Cara ini sebenarnya dapat dilakukan jika ada aturan hukum yang lebih jelas.

Dapat dipastikan pemerintah lewat DJP akan melakukan penegakan hukum untuk meningkatkan penerimaan negara dalam PPh OP di masa mendatang. Sepertinya pengawasan yang paling akan segera dilakukan adalah dengan informasi perpajakan dalam transaksi seperti pembelian atau pembayaran termasuk upaya DJP untuk menembus kerahasiaan perbankan dan pertukaran informasi dengan luar negeri seperti Singapura

No comments: