Belum lama ini Menteri Keuangan
mengatakan bahwa setoran PPh orang pribadi masih sangat rendah bahkan
setoran PPh OP di perumahan mewah masih rendah seperti diungkapkandalam berita dibawah ini:
Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan keheranannya atas para
wajib pajak yang berdomisili di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK),
Jakarta Utara. Karena ternyata pajak yang disetorkan hanya berkisar
Rp 50-60 juta/tahun.
Menurut Bambang, kalangan masyarakat yang berdomisili di PIK berpendapatan tinggi. Bahkan seharusnya membayar pajak di atas Rp 100 juta atau lebih tinggi.
"Saya dikasih daftar nama alamat yang tinggal di PIK. Pastinya yang tinggal di PIK kan bukan pembayar pajak rendah. Harusnya lebih tinggi dari saya," kata Bambang di depan para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Jumat (19/12/2014).
"Saya lihat daftarnya, saya kaget sendiri. Di antara nama-nama yang seperti itu tidak ada SPT yang di atas Rp 100 juta, kebanyakan Rp 50-60 juta. Saya jawab, kok saya lebih kaya dari mereka ya?" ungkap Bambang.
Menurut Bambang, kejadian seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah. Wajib pajak dari kalangan atas dan tinggal di pusat kota pun masih sulit terdekteksi.
"Jadi WP orang pribadi itu rendah sekali. Itu adalah contoh, kok seperti ini profil pajaknya," tukasnya.
Menurut Bambang, kalangan masyarakat yang berdomisili di PIK berpendapatan tinggi. Bahkan seharusnya membayar pajak di atas Rp 100 juta atau lebih tinggi.
"Saya dikasih daftar nama alamat yang tinggal di PIK. Pastinya yang tinggal di PIK kan bukan pembayar pajak rendah. Harusnya lebih tinggi dari saya," kata Bambang di depan para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Jumat (19/12/2014).
"Saya lihat daftarnya, saya kaget sendiri. Di antara nama-nama yang seperti itu tidak ada SPT yang di atas Rp 100 juta, kebanyakan Rp 50-60 juta. Saya jawab, kok saya lebih kaya dari mereka ya?" ungkap Bambang.
Menurut Bambang, kejadian seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah. Wajib pajak dari kalangan atas dan tinggal di pusat kota pun masih sulit terdekteksi.
"Jadi WP orang pribadi itu rendah sekali. Itu adalah contoh, kok seperti ini profil pajaknya," tukasnya.
Berita tersebut juga
menambahkan
Bambang menuturkan pajak orang pribadi di luar individu yang sudah dipotong secara langsung, hanya sebesar Rp 4 triliun. Sangat rendah dibandingkan total target Pajak Penghasilan (PPH) yang mencapai Rp 11.00 triliun.
"PPh itu di luar WP yang dipotong karena gaji itu cuma Rp 4 triliun dari total Rp 1.100 triliun," kata Bambang.
Bambang menuturkan pajak orang pribadi di luar individu yang sudah dipotong secara langsung, hanya sebesar Rp 4 triliun. Sangat rendah dibandingkan total target Pajak Penghasilan (PPH) yang mencapai Rp 11.00 triliun.
"PPh itu di luar WP yang dipotong karena gaji itu cuma Rp 4 triliun dari total Rp 1.100 triliun," kata Bambang.
Dapat dikatakan dengan melihat kenyataan tersebut, tingkat kepatuhan pajak masih rendah, namun apa dasar hukum dan cara untuk meningkatkan kepatuhan PPh OP?
Dasar Hukum untuk PPh yang belum
dilaporkan
Jika memang ada PPh yang belum
dilaporkan, apa yang dapat menjadi dasar hukum agar wajib pajak mau
melaporkan penghasilan yang PPh-nya belum dilaporkan tersebut.
Pada dasarnya semua penghasilan
dikenakan pajak kecuali UU mengatakan lain seperti pasal 4(3) UU PPh.
Selanjutnya dalam pasal 4(1)(p) UU PPh menjelaskan bahwa yang
menjadi objek pajak adalah penghasilan yang termasuk didalamnya
adalah tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak. Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan
bahwa :
Tambahan kekayaan neto pada
hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan
pajak dan yang bukan Objek Pajak serta yang belum dikenakan pajak.
Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi
akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak
dan yang bukan Objek Pajak, maka
tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.
Cara pengawasan
Seperti pernah dijelaskan dalam tulisansebelumnya tentang pentingnya informasi perpajakan untuk mengetahui
kepatuhan pajak dari wajib pajak orang pribadi seperti data pembelian
dan penjualan barang tertentu terutama yang bersifat mewah bahkan
telah muncul rencana agar mulai 2015 semua transaksi diatas 100 jutarupiah, terutama barang mewah, wajib mencantumkan NPWP.
Dirjen Pajak (DJP) juga pernah
menerapkan biaya hidup sebagai patokan kepatuhan dan ketepatan
pelaporan PPh OP seperti dijelaskan dalam putusan Pengadilan Pajak
Nomor tahun 1999 yang menjelaskan tentang biaya hidup dengan asumsi
bahwa penghasilan neto wajib pajak setelah dikurangi dengan
pembayaran PPh dengan memperhatikan PTKP serta sumber penerimaan
lainnya minimal adalah sama dengan pengeluaran biaya hidup. Sayangnya
dalam putusan tersebut, DJP tidak dapat menyebutkan alasan/dasar
koreksinya sehingga biaya hidup rata-rata yang dibuat oleh Pemohon
harus dikoreksi sesuai kewajaran. Juga, DJP juga tidak dapat memberi
keterangan mengenai pedoman biaya hidup menurut kewajaran. Cara ini
sebenarnya dapat dilakukan jika ada aturan hukum yang lebih jelas.
Dapat dipastikan pemerintah lewat DJP
akan melakukan penegakan hukum untuk meningkatkan penerimaan negara
dalam PPh OP di masa mendatang. Sepertinya pengawasan yang paling
akan segera dilakukan adalah dengan informasi perpajakan dalam
transaksi seperti pembelian atau pembayaran termasuk upaya DJP untuk menembus kerahasiaan perbankan dan pertukaran informasi dengan luar negeri seperti Singapura.
No comments:
Post a Comment