Friday, August 28, 2009

Transaksi dengan Tax Haven di SPT Tahunan PPh Badan (1771)

Dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:PER-39/PJ/2009 tanggal 2 Juli 2009 terdapat formulir SPT Baru untuk PPh Badan (1771) yang berbeda dari bentuk sebelumnya. Salah satu perbedaannya adalah dalam bagian induk halaman ke-2, angka 16 yang menjelaskan

16.
a. Wajib melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1, dan 3A-2 Buku Petunjuk Pengisian SPT)* Ada Transaksi Dalam Hubungan Istimewa dan/atau Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country.
(Wajib melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1, dan 3A-2 Buku Petunjuk Pengisian SPT)*
b. Tidak Ada Transaksi Dalam Hubungan Istimewa dan/atau Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country.

Dalam penjelasan sebagai catatan kaki diterangkan demikian :

*)Wajib Pajak dapat langsung mengunduh dari situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id. atau mengambil di KPP/KP2KP terdekat.

Permasalahannya adalah daftar tersebut belum dibuat sampai saat ini. Kemungkinan Dirjen Pajak beranggapan bahwa daftar tersebut akan dibuat sebelum batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2009.
Pembuatan daftar tersebut sepertinya didukung oleh anggapan banyak pihak bahwa Tax Haven merugikan Indonesia, namun yang menjadi pertanyaan kritis adalah :

- Apa kriteria Tax Haven?
- Bagaimana dengan Tax Haven yang mana Indonesia membuat Tax Treaty seperti Labuan, Swiss dan Singapura atau Seychelles yang mempunyai Offshore Financial Center seperti dapat dilihat disini
- Peraturan Transfer Pricing sangat lemah dan terbatas, SE-04/PJ.7/1993

Tampaknya Dirjen Pajak membutuhkan kerja keras untuk mengatasi masalah penghindaran pajak lewat transfer pricing dan lainnya lewat Tax Haven.

Monday, August 24, 2009

Merger, Holding Company dan Pajak

Ternyata tidak mudah membentuk holding company di Indonesia, salah satu masalahnya adalah pajak atas merger yang memberatkan seperti diberitakan di sini :

JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memperkirakan tahun ini belum bisa mewujudkan induk usaha (holding) BUMN di sektor semen.Salah satu penghambat holding BUMN semen adalah masalah pajak. "Kami harus membayar pajak banyak sekali," kata Menteri Negara BUMN Sofyan A. Djalil di Jakarta, Selasa (18/8).Pembentukan holding BUMN berpotensi menimbulkan Pajak Pengalihan Aset dan Pajak Pengalihan Tenaga Kerja.Holding BUMN semen bakal dipimpin PT Semen Gresik, dan didukung PT Semen Tonasa, PT Semen Padang, PT Semen Baturaja, dan PT Semen Kupang.Meski terhambat masalah pajak, Kementerian BUMN memastikan rencana holding BUMN semen tetap berlanjut. "Kemungkinan akan dilanjutkan oleh pemerintahan baru," kata Sofyan.Yang pasti, Kementerian BUMN tetap meminta keringanan pajak dalam pembentukan holding ini. Dalam kaitan itu, Menteri BUMN akan bertemu lagi dengan Menteri Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak dan lembaga terkait lainnya.

Permasalahannya dijelaskan oleh Menteri Negara BUMN demikian :

"Kita harus bayar pajak banyak sekali. Kalo mentransfer aset ke perusahaan lain, itu pajaknya besar. Padahal holding itu diusahakan kalo bisa one case (kasus per kasus). Bisa tidak kena pajak kalau mau go publik. Tapi Semen Gresik kan sudah go publik," tegas Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, saat ditemui di kantor Kemenneg BUMN, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (18/8/2009).

Lebih lanjut, Menteri juga mengatakan

"Kita akan bicarakan apakah di-wave. Karena dampaknya besar sekali ke depan, terutama beban pajak lebih banyak. Kita bisa ciptakan pajak lebih banyak. Pak Darmin sudah ngomong, tapi masih proses lagi," pungkasnya.


Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan No 43/PMK.03/2008 tanggal 13 Maret 2008. Dalam ayat 1 (5) dari PMK tersebut dijelaskan bahwa :
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah:
a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau
b. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

Selain itu, Wajib Pajak juga harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari Dirjen Pajak untuk menggunakan nilai buku sesuai ketentuan yang ada dalam Lampiran PMK No 43/PMK.03/2008 tersebut. Dalam ayat 7 dari PMK 43 tersebut juga dijelaskan perlunya Per Dirjen yang mengatur lebih lanjut seperti tentang prosedur formal dan business purpose testHal ini diatur dalam Per Dirjen Pajak No. PER - 28/PJ./2008 tanggal 19 Juni 2008

Sepertinya pemerintah perlu merevisi kembali peraturan tentang Merger dan Akusisi karena ternyata peraturan yang ada masih sangat memberatkan bahkan bagi perusahaan BUMN sendiri yang milik pemerintah.

Wednesday, August 19, 2009

Belajar Pajak Indonesia di Wikipedia

Belajar pajak Indonesia tanpa buku? Ternyata situs Wikipedia baik versi Inggris dan Indonesia memuat entry yang cukup menarik tentang pajak Indonesia.
Wikipedia edisi Inggris hanya memuat keterangan yang terbatas tentang Taxation in Indonesia namun yang menarik Wikipedia edisi Indonesia memuat cukup banyak entry seperti pajak dan dasar-dasar pajak, fungsi, teori pemungutan. Juga ada entry tentang penghindaran pajak dan BUT

Mungkin akan lebih menarik jika banyak entry baru dibuat tentang perpajakan Indonesia meski masih terdapat kekurangan seperti minimnya jumlah referensi sebagai daftar rujukan dan daftar pustaka dari entry pajak Indonesia

Tuesday, August 18, 2009

Pajak dan Offshore Bank Account

Dalam beberapa kesempatan seperti diberitakan di sini, Wajib Pajak (WP) Kaya atau sering disebut High Net Worth Individual (HNWI) dikatakan menghindari pajak dengan membuka rekening bank luar negeri atau disebut juga Offshore Bank Account.

Offshore Bank Account dapat dikatakan sebagai bank di luar negeri yang memungkinkan nasabah asing membuka rekening di bank tersebut contohnya seperti Swiss dan Singapura
Hal ini berbeda dengan Indonesia yang tidak mengijinkan warga negara asing (WNA) membuka rekening bank di Indonesia kecuali WNA

Sebenarnya hal ini lebih tepat untuk dikatakan sebagai penggelapan pajak karena melaporkan penghasilannya yang terutang pajak dengan tidak benar dan menyimpannya di luar negeri. Sayangnya hal ini belum diatur di Indonesia

Pemerintah selayaknya mengatur penggunaan dan mencermati penggunaan offshore bank account yang dipakai untuk menghindari pajak di Indonesia..