Saya rasa pengalaman di negara lain
yang saya pernah tinggali dapat menjadi masukan bagi wajib pajak di Indonesia dan mungkin juga,
saran bagi perbaikan peraturan bagi
otoritas pajak di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak.
Menjadi Wajib Pajak di Belanda
Hari itu saya mendapat surat dari kantor pajak Belanda,
Belastingdienst, yang meminta saya melaporkan kewajiban perpajakan di Belanda
di kantor pajak. Surat ini diterima tidak lama, sekitar 2 minggu, setelah saya
terdaftar di balaikota atau Geemente di Tilburg sebagai bagian dari prosedur
mendapatkan ijin tinggal di Belanda.
Uniknya saya memperoleh surat dari kantor pajak Belanda
tanpa mendaftarkan diri ke Belastingdienst. Hal ini membuktikan bahwa terjadi
penyerahan data pajak secara otomatis dari geemente (balai kota) kepada kantor
pajak belanda, bahkan dahulu kantor pajak berwenang menerbitkan nomor induk
kependudukan untuk wajib pajak, Sofinummer,
meski sekarang meski sekarang wewenangnomor induk kependudukan diberikan kepada instansi lain di Belanda dan sekarang
disebut Burgerservicenummer.
Di Belanda pula saya pertama kali mendapati sistem perpajakanyang berbeda karena pajak penghasilan dibedakan antara penghasilan dari gaji, usaha
dan tabungan (investasi), selain itu untuk pajak penghasilan orang pribadi
memiliki personal allowance yang dipakai untuk mengurangi pajak yang
bermacam-macam seperti personal allowance untuk
-
tunjangan atas mantan pasangan (alimony payment)
-
biaya hidup anak
-
biaya kesehatan
-
biaya untuk anak yang cacat tubuh
-
biaya pendidikan
Hal ini berbeda dengan PTKP yang jumlahnya tetap di Indonesia. Di
Belanda pula saya terkejut mendengar seorang teman bercerita bahwa ia tidak
masalah jika ia mengalami kelebihan pembayaran pajak karena tidak memerlukan
proses pemeriksaan pajak yang melelahkan seperti di Indonesia.
Menjadi Wajib Pajak di Malaysia
Di tahun pertama di Malaysia, saya mendapati bahwa telah
memiliki Nomor Cukai, semacam NPWP seperti di Indonesia yang digunakan untuk
pelaporan pajak selain juga nomor paspor saya sendiri. Bagi warga negara
Malaysia, National Registration Identity Card Number yang ada di MyKad harus
dicantumkan.
Dalam pelaporan pajak penghasilan orang pribadi setiap tahunnya, diwajibkan mencantumkan Nomor Cukai Pendapatan, NPWP atau Tax Identification Number di Malaysia, serta Nomor Paspor terakhir, No Pengenalan dan No Paspor terdaftar di kantor pajak Malaysia, hal seperti ini belum diterapkan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di Indonesia.
Dalam pelaporan pajak penghasilan orang pribadi setiap tahunnya, diwajibkan mencantumkan Nomor Cukai Pendapatan, NPWP atau Tax Identification Number di Malaysia, serta Nomor Paspor terakhir, No Pengenalan dan No Paspor terdaftar di kantor pajak Malaysia, hal seperti ini belum diterapkan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di Indonesia.
Setelah melaporkan pajak penghasilan saya yang didalamnya
saya mencantumkan juga nomor rekening saya, beberapa bulan kemudian, saya menerima kejutan berupa email dari
Lembaga Hasil Dalam Negeri Malaysia (LHDN) yang menyatakan bahwa saya mempunyai
kelebihan bayar pajak yang akan dikirimkan langsung ke nomor rekening saya,
mereka hanya meminta surat pernyataan dari kantor saya bekerja untuk menyatakan
apakah pajak penghasilan saya ditanggung oleh saya sendiri atau dibayarkan oleh
kantor. Tentunya karena saya menanggung sendiri pajak penghasilan di Malaysia
maka kelebihan bayar pajak akan saya terima di rekening saya dan sebaliknya
jika pajak penghasilan saya ditanggung kantor maka kelebihan bayar pajak
penghasilan tersebut akan dibayarkan ke kantor saya.
Di tahun pertama, kelebihan bayar pajak terjadi karena
perhitungan pajak yang didasarkan pemahaman bahwa saya adalah wajib pajak luar
negeri pada 3 bulan pertama sehingga tarif
pajak dikenakan tarif pajak tinggi sedangkan menurut LHDN pada 3 bulan pertama
itu saya sudah termasuk wajib pajak dalam negeri di Malaysia sehingga berhak
atas tarif pajak progresif.
Di tahun kedua dan selanjutnya saya menyadari jika saya akan
selalu mengalami kelebihan pembayaran pajak penghasilan karena bagian keuangan
kantor saya selalu menghitung pajak penghasilan tanpa menghitung personal
allowance atau tax relief seperti dijelaskan LHDN untuk anak saya. Bahkan kelebihan bayar pajak akan lebih besar jika
saya juga memperhitungkan personal allowance untuk orang pribadi untuk komputer, buku, alat olahraga, bunga pinjaman untuk cicilan rumah, pendidikan
pribadi saya atau perawatan anak.
Bayangkan senangnya menerima email dari LHDN Malaysia yang
berbunyi :
=====================================
Tuan,
Perkara di atas adalah dirujuk.
2. Sukacita dimaklumkan bahawa bayaran balik cukai terlebih bayar / pembayaran balik lebihan kredit tuan telah diluluskan dan CIMB BANK BERHAD telah menghantar dana bayaran balik tersebut kepada bank tuan, iaitu CIMB BANK BERHAD pada XX/01/20XX.(Rujukan: IRBXXX10902XXX)
3. LHDNM telah memberi keutamaan kepada pembayaran balik tuan. Bagaimanapun, LHDNM masih boleh membuat semakan lanjut dan mengaudit dokumen untuk mengesahkan tuntutan tuan. Cawangan LHDNM akan menghubungi tuan sekiranya maklumat tambahan diperlukan.
Emel ini dihantar secara automatik. Surat rasmi akan menyusul.
Sekian, terima kasih.
Perkara di atas adalah dirujuk.
2. Sukacita dimaklumkan bahawa bayaran balik cukai terlebih bayar / pembayaran balik lebihan kredit tuan telah diluluskan dan CIMB BANK BERHAD telah menghantar dana bayaran balik tersebut kepada bank tuan, iaitu CIMB BANK BERHAD pada XX/01/20XX.(Rujukan: IRBXXX10902XXX)
3. LHDNM telah memberi keutamaan kepada pembayaran balik tuan. Bagaimanapun, LHDNM masih boleh membuat semakan lanjut dan mengaudit dokumen untuk mengesahkan tuntutan tuan. Cawangan LHDNM akan menghubungi tuan sekiranya maklumat tambahan diperlukan.
Emel ini dihantar secara automatik. Surat rasmi akan menyusul.
Sekian, terima kasih.
===============================================
Memang sebelumnya saya telah mengajukan kelebihan pembayaran
pajak dalam “tax return” atau borang cukai pendapatan yang saya kirimkan ke kantor pajak Malaysia. Yang
menyenangkan tentunya karena proses yang cepat karena mereka memerlukan proses
sekitar 2 (dua) bulan dari pengajuan kelebihan bayar pajak penghasilan lewat
pelaporan “tax return” hingga transfer lebih bayar pajak ke rekening saya.
Ini bukan kejadian pertama karena sebelumnya saya malah
tidak mengajukan kelebihan bayar pajak tapi perhitungan kembali dari kantor
pajak Malaysia menunjukkan kelebihan bayar pajak dan kelebihan bayarnya
langsung masuk ke rekening bank saya tanpa proses pemeriksaan pajak. Rasanya?
Seperti mendapat durian runtuh.
Di Malaysia juga saya belajar tentang sistem “tax clearance”
yang diperlukan oleh seseorang asing yang tidak lagi menjadi wajib pajak di
Malaysia dan hal ini dapat diminta oleh petugas imigrasi saat meninggalkan
Malaysia.
Pelajaran dari pengalaman diatas
Untuk pendaftaran dan pertukaran informasi, DJP dapat
belajar dari Belastingdienst yang melakukan pemberian data otomatis dari
instansi pemerintah kepada kantor pajak. Selama ini berdasarkan pasal 35A UU
KUP yang menyatakan:
“Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak
lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
Sepertinya perlu ketegasan lebih lanjut sehingga hal yang
terjadi di Belanda dapat diterapkan juga di Indonesia apalagi dengan
pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan yang dapat melengkapi NPWP.
Untuk PTKP atau personal allowance, sangat disayangkan hal
ini sangat dibatasi oleh pasal 7 UU PPh dan ini sangat terbatas. Hal ini bahkan
pernah digugat di Mahkamah Konstitusi.
Dalam hal pemeriksaan pajak, akan sangat melelahkan dan
perlu waktu lama jika semua kelebihan bayar pajak harus melalui pemeriksaan.
Pasal 17C UU KUP sudah mengatur adanya pembayaran pendahuluan yang dapat selesai
dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan untuk pajak penghasilan, namun rasanya
masih banyak wajib pajak yang enggan menyatakan kelebihan bayar pajak.
Penggunaan Single Identification Number atau Nomor Induk Kependudukan dapat diterapkan juga di Indonesia dalam seluruh pelaporan pajak orang pribadi seperti yang diterapkan di Malaysia dan juga di negara lainnya, tidak hanya menggunakan NPWP.
Penggunaan Single Identification Number atau Nomor Induk Kependudukan dapat diterapkan juga di Indonesia dalam seluruh pelaporan pajak orang pribadi seperti yang diterapkan di Malaysia dan juga di negara lainnya, tidak hanya menggunakan NPWP.
Penulis sendiri berharap revisi UU Pajak dalam waktu dekat
ini dapat memperbaiki peraturan pajak yang ada. Rasanya asas keadilan sendiri lebih terasa saat menjadi wajib pajak di luar Indonesia meskipun pengawasan di luar negeri dapat terasa lebih ketat seperti halnya penggunaan Single Identity Number dalam pelaporan pajak. Semoga!