Lanjutan bagian sebelumnya
Dalam PER-42/PJ/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Bantuan Penagihan Pajak Berdasarkan Tax Treaty, dijelaskan bahwa Dirjen Pajak dapat menggunakan Tax Treaty (P3B) untuk menagih hutang pajak atas Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Luar Negeri.
Sebaliknya negara Mitra dari Tax Treaty juga dapat meminta Indonesia untuk melakukan penagihan pajak untuk Wajib Pajak mereka.
Dalam lampiran dari PER 42 tersebut turut menjelaskan prosedur serta data-data apa saja yang diperlukan untuk menjalankan prosedur penagihan berdasarkan Tax Treaty.
Penagihan Pajak berdasarkan Tax Treaty
Penagihan Pajak berdasarkan Tax Treaty menurut sejarahnya dikatakan berawal dari adanya imigran Belanda yang bermigrasi menjadi warga Kanada namun mempunyai hutang pajak di Belanda dan tidak membayar hutang pajak tersebut. Dalam perkembangannya, pasal 27 dari OECD Model memuat tentang “Assistance in the collection of taxes” namun baru tahun 2011 pasal tersebut dimasukkan dalam revisi UN Model tahun 2006.
Dalam sebagian besar Tax Treaty di Indonesia, tidak terdapat pasal tersebut, mungkin karena banyaknya treaty yang mengacu pada UN Model dan bukan OECD Model dan belum diperbaharui. Sebagai contoh, dalam Tax Treaty Indonesia-Belgia termuat pasal 26 mengenai “Assistance in Collection”. Sayangnya tidak ada pasal demikian dalam Tax Treaty dengan Singapura, Malaysia atau Australia dimana banyak warga Indonesia yang tinggal di negara tersebut.
Kegunaan Pasal tersebut
Salah satu kegunaannya adalah terhadap WNI yang mempunyai hutang pajak besar tetap dapat dilakukan penagihan pajak di Luar Negeri dan Indonesia tetap mempunyai dasar yang kuat. Hal ini bahkan dapat menjadi satu dasar perpajakan yang menarik dalam hal kasus korupsi, money laundry dan penggelapan pajak lainnya.
Penulis sendiri berpendapat bahwa untuk memperoleh pasal ini dalam Tax Treaty semestinya pemerintah melakukan renegosiasi atau revisi atas Tax Treaty yang ada.
No comments:
Post a Comment