Harian Kontan, 12 April 2015, halaman 23
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berencana agar pelaporan pajak
perbankan untuk bunga atas deposito, tabungan atau jasa giro menyertakan informasi perbankan nasabah
seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari nasabah yang bersangkutan disertai
rincian pembayaran bunga lewat bukti potong setiap nasabah. Hal ini dinyatakan
dalam Peraturan DJP No. PER-01/PJ/2015 (PER 01) tentang bentuk formulir Surat Pemberitahuan
Masa PPh, namun karena adanya penolakan terutama pihak perbankan dengan
alasan diantaranya pelanggaran kerahasiaan perbankan dan kemungkinan kepindahan
uang nasabah ke luar negeri, PER 01 tersebut dibatalkan oleh PER-14/PJ/2015.
Salah satu alasan terbitnya aturan PER 01 tersebut adalah
karena DJP bermaksud menguji kebenaran pelaporan pajak terutama untuk wajib
pajak orang pribadi. Namun benarkah
kerahasiaan perbankan dilanggar dengan pelaporan pajak atas nasabah perbankan
dengan menggunakan NIK dan rincian penerimaan bunga mereka?
Penggunaan NIK
NIK sebenarnya telah digunakan dalam database Wajib Pajak
di DJP sehingga sekarang database
tersebut juga memiliki informasi NPWP dan NIK dari Wajib Pajak. Penggunaan NIK sejalan dengan rencana pemerintah atas Single Identity Number (SIN) dan akan
digunakan dalam berbagai dokumen dari KTP, NPWP, SIM, rekening bank atau
sertifikat kepemilikan. Sejatinya, hal ini akan memudahkan DJP untuk
mendapatkan informasi perbankan Wajib Pajak dengan menggunakan NIK dan bukannya
NPWP.
Di negara lain yang menjadi percontohan SIN seperti Malaysia,
SIN dapat digunakan juga dalam pelaporan
pajak selain menggunakan Tax
Identification Number (TIN) atau NPWP contohnya dalam SPT Tahunan.
Kerahasiaan Perbankan
Berdasarkan pasal 35 UU Ketentuan Umum Perpajakan, kewajiban
untuk merahasiakan dalam perbankan dapat
ditiadakan apabila DJP memerlukan keterangan atau bukti dari Wajib Pajak untuk
keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dengan permintaan tertulis yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan No.
87/PMK.03/2013.
Pembukaan kerahasiaan perbankan juga didukung oleh pasal 41
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang menjelaskan bahwa kerahasiaan
perbankan dapat diterobos untuk kepentingan pajak berdasarkan permintaan
Menteri Keuangan, kemudian Bank
Indonesia (OJK) memberikan perintah kepada bank untuk memberikan keterangan
yang diperlukan. Namun untuk perbankan syariah,
pasal 42 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa pembukaan rahasia bank dapat
dilakukan terbatas untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan.
Pada prakteknya, pembukaan rahasia perbankan tidak mudah
karena DJP dapat diminta juga untuk menyebutkan nama nasabah dan nama kantor
bank tempat penyimpanan dari Wajib Pajak yang dimintakan keterangan sesuai
Peraturan BI No.2/19/PBI/2000. NIK yang
menjadi identitas tunggal belum diatur dalam pembukaan rahasia bank.
Akhir kerahasiaan
perbankan
Pada tahun 2009, negara-negara G20 dimana Indonesia termasuk
didalamnya, membuat pernyataan bahwa kerahasiaan perbankan telah berakhir yang terutama ditujukan untuk mengatasi
penggelapan pajak lewat tax haven.
Sikap G20 didukung
oleh OECD dengan Global Forum on
Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes yang bertujuan memastikan
penerapan standar yang diakui secara internasional atas transparansi dan pertukaran
informasi untuk pajak dimana standar
dibagi dalam tiga elemen pokok yakni ketersediaan informasi, akses atas
informasi dan pertukaran informasi.
Dengan peer review,
forum ini melihat apakah negara anggota telah sepenuhnya menerapkan standar
tersebut sebagai bagian dari komitmen anggota. Review
dibuat dalam dua tahap, tahap pertama mencakup analisa atas kerangka peraturan
dan perundang-undangan yang dilanjutkan dengan tahap kedua berupa penerapan
peraturan tersebut dalam prakteknya.
Hasil peer review akan menggolongkan apakah satu negara anggota
sebagai non compliant, partially
compliant, largely compliant dan compliant. Berdasarkan hasil peer review tahun 2014 atas 71 negara anggota forum yang telah
melewati dua tahap dimaksud diatas, sebagaimana dijelaskan dalam Tax Transparency 2014 - Report on Progress,
Indonesia digolongkan sebagai partially
compliant sama seperti Andorra, Barbados, Israel, Saint Lucia dan Turkey.
Negara yang mendapat peringkat compliant diantaranya adalah Australia, Kanada, Tiongkok, India,
Jepang, Korea, Afrika Selatan hingga Swedia.
Peringkat Indonesia bahkan lebih rendah daripada Cayman Islands,
Singapura, Hong Kong dan Mauritius yang sering disebut sebagai tax haven karena mereka mendapat
peringkat largely compliant. Perlu dicatat, World Bank dapat menggunakan
hasil peer review suatu negara untuk
melakukan evaluasi atas kelayakan investasi di negara tersebut.
Hasil peer review
dapat menjelaskan bahwa akses DJP atas kerahasiaan perbankan untuk kepentingan
pajak belum sepenuhnya memenuhi standar internasional
bahkan tidak lebih baik dari Singapura dan Hong Kong.
Pertukaran informasi
Negara-negara G20 di
bulan September 2013 telah mengesahkan rencana OECD atas standar tunggal pertukaran otomatis atas
informasi keuangan atau Common Reporting
Standard untuk mengatasi penggelapan pajak dan memastikan kepatuhan
perpajakan.
Standar ini, yang disebut sebagai versi global dari FATCA atau
bahkan EU Saving Directive, akan
meminta negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk mendapatkan informasi
dari lembaga keuangan dan secara otomatis melakukan pertukaran informasi dengan
negara lain secara tahunan.
Kesimpulan
Pemerintah wajib memperbaiki aturan hukum atas akses pajak
terhadap informasi perbankan baik perbankan umum dan syariah, terutama untuk
kepentingan pemeriksaan, penagihan dan penyidikan pajak. Hal ini tidak hanya karena keperluan DJP berdasarkan
UU Pajak namun juga karena komitmen yang telah dibuat Indonesia dalam G20 dan
Global Forum OECD untuk menerapkan standar yang diakui internasional atas akses
pajak terhadap kerahasiaan perbankan.
Catatan :
-Tulisan ini adalah versi asli sebelum disunting oleh redaksi Kontan
-Sebagian bahan dari tulisan ini pernah dijadikan bahan Kuliah Umum di FISIP UI
-Referensi untuk kali ini disertakan di bagian berikut ini untuk mendukung pemahaman yang lebih baik dari aspek hukum atas masalah diatas
Referensi :
-Wajib Cantumkan NIK di SPT Pajak, Harian Kontan, 7 Februari
2015
- Soal Ditjen Pajak Bisa 'Intip' Deposito, Menkeu Bambang:
Ditunda
-Ada 66.567 Nasabah Bank di RI Punya Simpanan di Atas Rp 5
Miliar
-London Summit, Leader’s Statement (G20)
Dalam pernyataan ini dijelaskan komitmen untuk mengakhiri
kerahasiaan perbankan, lihat point 15, halaman 6 dari pernyataan tersebut.
-The Era of Banking Secrecy is Over (OECD
Report)
-Global Forum on Transparency and Exchange of Information
for Tax Purposes
- Progress Report : Transparency Report - Global
Forum (2014)
Dalam laporan ini dijelaskan hasil
peer review terhadap negara anggota termasuk Indonesia yang memuat peringkat
atas hasil peer review untuk tahap pertama dan kedua.
-
Hasil dari peer review untuk Indonesia tahap
pertama
Global Forum on Transparency
and Exchange of Information for Tax Purposes
: Peer Review Report Phase 1 – Legal and Regulatory Framework - Indonesia
-Use of Offshore Financial Centers in World Bank Group
Private Sector Operations
Dalam laporan ini terdapat pernyataan bahwa perusahaan
perantara dapat didirikan di satu negara tergantung atas hasil penilain peer
review dari negara tersebut.