Monday, February 13, 2012

Akhir Tahun 2011 dan Perpajakan Internasional - Penagihan Pajak di Luar Negeri berdasarkan Tax Treaty (Bagian III)

Lanjutan bagian sebelumnya

Dalam PER-42/PJ/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Bantuan Penagihan Pajak Berdasarkan Tax Treaty, dijelaskan bahwa Dirjen Pajak dapat menggunakan Tax Treaty (P3B) untuk menagih hutang pajak atas Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Luar Negeri.
Sebaliknya negara Mitra dari Tax Treaty juga dapat meminta Indonesia untuk melakukan penagihan pajak untuk Wajib Pajak mereka.

Dalam lampiran dari PER 42 tersebut turut menjelaskan prosedur serta data-data apa saja yang diperlukan untuk menjalankan prosedur penagihan berdasarkan Tax Treaty.

Penagihan Pajak berdasarkan Tax Treaty
Penagihan Pajak berdasarkan Tax Treaty menurut sejarahnya dikatakan berawal dari adanya imigran Belanda yang bermigrasi menjadi warga Kanada namun mempunyai hutang pajak di Belanda dan tidak membayar hutang pajak tersebut. Dalam perkembangannya, pasal 27 dari OECD Model memuat tentang “Assistance in the collection of taxes” namun baru tahun 2011 pasal tersebut dimasukkan dalam revisi UN Model tahun 2006.

Dalam sebagian besar Tax Treaty di Indonesia, tidak terdapat pasal tersebut, mungkin karena banyaknya treaty yang mengacu pada UN Model dan bukan OECD Model dan belum diperbaharui. Sebagai contoh, dalam Tax Treaty Indonesia-Belgia termuat pasal 26 mengenai “Assistance in Collection”. Sayangnya tidak ada pasal demikian dalam Tax Treaty dengan Singapura, Malaysia atau Australia dimana banyak warga Indonesia yang tinggal di negara tersebut.

Kegunaan Pasal tersebut
Salah satu kegunaannya adalah terhadap WNI yang mempunyai hutang pajak besar tetap dapat dilakukan penagihan pajak di Luar Negeri dan Indonesia tetap mempunyai dasar yang kuat. Hal ini bahkan dapat menjadi satu dasar perpajakan yang menarik dalam hal kasus korupsi, money laundry dan penggelapan pajak lainnya.

Penulis sendiri berpendapat bahwa untuk memperoleh pasal ini dalam Tax Treaty semestinya pemerintah melakukan renegosiasi atau revisi atas Tax Treaty yang ada.

Friday, February 3, 2012

Akhir Tahun 2011 dan Perpajakan Internasional - Pemeriksaan di Luar Negeri berdasarkan Tax Treaty (Bagian II)

Seperti telah dijelaskan di bagian pertama, pada akhir tahun 2011, Dirjen Pajak menerbitkan peraturan perpajakan internasional secara bersamaan tanggal 28 Desember 2011 tentang:
-Subjek Pajak Luar Negeri dan Dalam Negeri
-Pemeriksaan Pajak berdasarkan Pertukaran Informasi dalam Tax Treaty
-Pelaksanaan Penagihan Pajak Berdasarkan Tax Treaty

Pemeriksaan Pajak di Luar Negeri
Peraturan yang diterbitkan adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-41/PJ/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan dalam rangka Pertukaran Informasi berdasarkan Tax Treaty yang melibatkan negara mitra.

Salah satu dasar pemeriksaan di luar negeri adalah adanya pertukaran informasi yang memungkinkan negara penandatangan tax treaty mempertukarkan informasi yang dapat dilihat, sebagai contoh, dalam pasal 26 dari OECD Model tentang Exchange of Information. Dalam pasal 26(5) dari OECD Model bahkan dikatakan bahwa informasi yang dicakup dalam pasal tersebut juga mencakup :
-data yang dimiliki perbankan atau lembaga keuangan
-data kepemilikan

Namun ketentuan tentang pertukaran informasi dalam Tax Treaty berbeda dengan UN Model yang tidak menyebut secara jelas tentang informasi dari perbankan,lembaga keuangan atau data kepemilikan.
Dalam praktek, tidak akan mudah melaksanakan pemeriksaan pajak di luar negeri karena suatu negara mungkin akan membatasi informasi yang dipertukarkan karena kerahasiaan perbankan contohnya seperti Singapura yang Tax Treaty dengan Indonesia tidak mengatur kerahasiaan perbankan seperti tampak disini

Bagaimanapun juga dalam lampiran PER-41 tersebut dijelaskan adanya persyaratan informasi yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pemeriksaan , seperti :
nama Wajib Pajak Luar Negeri, Tax Identification Number (TIN), dan alamat Wajib Pajak Luar Negeri termasuk email atau alamat internet bila diketahui, nomor registrasi perusahaan bila diketahui, hubungan Wajib Pajak luar negeri tersebut dengan Wajib Pajak yang sedang diperiksa atau disidik, bagan atau diagram organisasi bila diketahui, atau dokumen lain yang menjelaskan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat;

Salah satu contoh kemungkinan penerapan peraturan ini adalah apabila seorang Wajib Pajak Indonesia yang tinggal di luar negeri di negara mitra Tax Treaty namun belakangan diketahui bahwa ada permasalahan pajak dengan perusahaan lama tempat ia dulu bekerja dan memiliki saham.

Melihat sejarah pertukaran informasi dalam prakteknya, sepertinya akan perlu waktu lama untuk melakukan pertukaran informasi apalagi untuk pemeriksaan di negara mitra.

(lanjut ke bagian 3)