Kenapa? Demikian alasannya:
A.PTKP
Seperti sudah dijelaskan pemerintah sebelumnya, Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) dinaikkan menjadi sebesar 3 juta rupiah sesuai
Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK.010/2015 tanggal 29 Juni 2015 sehingga
jumlah PTKP untuk Wajib Pajak selama setahun adalah sebesar :
-Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri
Wajib Pajak orang pribadi;
-Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin;
-Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan
untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
-Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.
Berlaku surut
PTKP baru ini berlaku surut sehingga mulai
berlaku awal tahun 2015 atau tepatnya Januari 2015 sehingga dipastikan akan
terjadi kelebihan pembayaran PPh 21 dari Januari hingga Juni 2015 yang akan
dikompensasikan ke bulan berikutnya lewat pembetulan SPT Masa PPh 21 pada
bulan-bulan tersebut, selain itu dapat saja terjadi karyawan dengan upah UMR
menjadi tidak terutang pajak dengan adanya PTKP baru di tahun 2015.
Sebagai catatan, PTKP mengalami perubahan dari masa ke masa, sebagaimana dijelaskan disini, dari mulai Rp. 960.000 untuk WP OP di tahun 2009, sebesar Rp. 15.840.000 untuk WP OP hingga sekarang sebesar Rp. 36.000.000,- di tahun 2015
B. BPJS Kesehatan
Mulai 1 Januari 2015 semua perusahaan wajib mengikutsertakan
karyawan dalam program BPJS Kesehatan, namun persentase iuran peserta BPJS
meningkat sejak Juli 2015 berdasarkan Perpres No. 111 tahun 2013, tepatnya
sesuai pasal 16 C, sehingga Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta yang dibayarkan
mulai tanggal 1 Juli 2015 adalah sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah
per bulan dengan perhitungan:
- 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
- 1% (satu persen)
dibayar oleh Peserta.
Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan
sebagai dasar perhitungan besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja
Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 2 (dua) kali
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) orang
anak. Oleh karenanya maka jumlah PTKP yang baru seperti diatas akan membuat
perubahan perhitungan iuran BPJS Kesehatan.
Menariknya, perlu dicatat bahwa iuran ini juga berlaku bagi
pekerja asing seperti ekspatriat yang tinggal lebih dari 6 bulan
c. Iuran Pensiun BPJS Ketenagakerjaan
Pemerintah telah menyetujui besar iuran pensiun BPJS sebesar 3 persen dari gaji pokok karyawan dengan
porsi pembagian 2 persen dibayarkan oleh perusahaan dan 1 persen dibayarkan
oleh pekerja seperti diberitakan disini. Namun besaran iuran tersebut bakal direvisi secara bertahap
selama tiga tahun sekali dan akan naik secara bertahap sampai 8 persen
Sebelumnya diberitakan pemerintah telah menyetujui iuran pensiun
BPJS sebesar 8 % dari dari gaji pokok karyawan dengan iuran ini akan ditanggung
pengusaha sebesar 5 persen dan pekerja 3 persen.
d. Iuran wajib untuk Perumahan
Iuran perumahan akan
menjadi iuran wajib sebagaiman telah
direncanakan oleh pemerintah sehingga akan bersifat seperti iuran kepada BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan.
Sebagaimana dijelaskan dalam berita dibawah ini, rencana iuran perumahan akan menjadi
demikian:
-Iuran wajib yang harus ditanggung pekerja dan pengusaha
akan bertambah, iuran bulanan tabungan perumahan rakyat (Tapera).
-DPR telah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan
Perumahan Rakyat (Tapera) dengan targetnya, pemerintah dan DPR bisa mengesahkan
RUU Tapera pada tahun ini.
RUU Tapera ini mewajibkan seluruh pekerja swasta dan
wiraswasta menjadi peserta Tapera. Kewajiban ini tertuang dalam dalam Pasal 7
ayat 1 draf RUU Tapera.
- RUU Tapera menetapkan besaran iuran tabungan perumahan
sebesar 3% dari upah setiap bulan. Batas maksimal basis gaji yang dipungut iuran
itu adalah 20 kali dari upah minimum. Dari porsi iuran itu, sebesar 2,5% akan
ditanggung pekerja, dan 0,5% ditanggung oleh perusahaan atau pemberi kerja.
Perlu dicatat, jumlah batasan adalah tergantung upah minimum
sehingga dapat diartikan jumlahnya dapat tergantung lokasi dimana karyawan
bekerja yakni sesuai Upah Minimum Regional atau Upah Minimum Propinsi.
Aturan Pajak atas perubahan yang terjadi
Perubahan aturan diatas pastinya akan berpengaruh pada
perhitungan PPh 21 seperti dijelaskan dibawah ini:
-Perubahan PTKP
Sesuai pasal 7 UU PPh, wajib pajak orang pribadi dapat
menggunakan PTKP sebagai pengurang pajak.
-Perubahan iuran asuransi kesehatan kepada BPJS
Premi asuransi kesehatan tidak dapat menjadi pengurang
penghasilan sesuai pasal 9(1) UU PPh jika
premi asuransi kesehatan, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi kecuali
jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi Wajib Pajak yang bersangkutan
-Perubahan iuran dana pensiun
Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan oleh
Menkeu dapat menjadi pengurang penghasilan dari penghasilan kena pajak sesuai
pasal 6(1c) UU PPh sehingga akan mempengaruhi perhitungan PPh orang pribadi.
-Iuran Tapera
Jika iuran tapera dibayarkan pemberi kerja maka dapat
dihitung sebagai penghasilan bagi karyawan sebaliknya iuran tapera yang
dibayarkan karyawan belum tentu dapat menjadi pengurang penghasilan.
Kesimpulan
Perubahan peraturan akan memberi banyak pekerjaan kepada praktisi
pajak, konsultan pajak hingga pegawai pajak sendiri. Bagi praktisi pajak, mereka perlu menghitung ulang PPh 21 perusahaan atau orang pribadi pemberi kerja, melakukan pembetulan SPT Masa PPh 21 dari Januari sampai Juni
Bagi fiskus, pemeriksaan yang dilakukan untuk tahun pajak 2015 dapat membuat mereka menghitung ulang pengaruh perbedaan PPh 21 berdasar aturan lama dan baru.
Bagi fiskus, pemeriksaan yang dilakukan untuk tahun pajak 2015 dapat membuat mereka menghitung ulang pengaruh perbedaan PPh 21 berdasar aturan lama dan baru.
Penulis sendiri berharap agar pedoman teknis perhitungan PPh
21 dapat diubah berupa revisi atas Per DJP No. PER - 31/PJ/2012 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh 21 dan 26.