The taxpayer, PT Cotrans Asia, has challenged article 23(2) of Income Tax Law (ITL) about withholding tax which is deemed to be causing loss on the taxpayer's constitutional rights or have potential to cause loss for the taxpayer as a company in shipping service. The article 23(2) of ITL stipulates:
" Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan".
or in English version
"Further provisions concerning other types of services as referred to in paragraph (1) letter c number 2 is regulated by or under the Minister of Finance".
Taxpayer argued to the Court that the article 23(2) of ITL should be tested using article 22A, 28D, 28I of Undang-Undang Dasar 1945 (1945 Constitution) which state, among others, that everyone has the right to get freedom from discriminating treatment and has the right to get protection from the discriminating treatment.
Further, taxpayer's argument also mentions several things including the fact that Directorate General of Taxation (DGT) has no right to determine characteristics for shipping services if it is again other Law, e.g. Shipping Law. Additionally DGT should follow other Laws and regulation in its ruling which may determine business characteristics.
Accordingly, taxpayer is of opinion that article 23(2) of ITL should be declared as non binding if it is interpreted without considering other Laws in Indonesia.
During hearing process, taxpayer added that one of the problems due to article 23(2) of ITL is DGT may interpret that article 23(2) or article 15 should apply for shipping service. The panel of judges questions if the main issue is actually on the Regulation of Ministry of Finance, if yes, the Constitutional Court is not the right place. It is indeed interesting to see the opinion from the panel of judges in the hearing process.
Previously other taxpayer has filed judicial review regarding PTKP or other tax allowance and rejected by the Court, could this taxpayer win the case?
Versi Indonesia
Wajib Pajak dan hak konstitusional, haruskah kita pergi ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review?
Wajib pajak, PT Cotrans Asia, telah menantang pasal 23 (2) dari UU PPh (yang dianggap menyebabkan kerugian hak konstitusional wajib pajak atau memiliki potensi untuk menyebabkan kerugian bagi wajib pajak sebagai perusahaan dalam pengiriman layanan. Pasal 23 (2) UU PPh menetapkan:
"Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan".
Wajib Pajak telah menyatakan kepada Majelis bahwa pasal 23 (2) UU PPh harus diuji menggunakan pasal 22A, 28D, 28I Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, antara lain, bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan kebebasan dari perlakuan diskriminatif dan berhak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminatif.
Selanjutnya, argumen wajib pajak juga menyebutkan beberapa hal termasuk fakta bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak memiliki hak untuk menentukan karakteristik untuk jasa pengiriman jika lagi UU lainnya, misalnya UU Pelayaran. Selain itu DJP harus mengikuti Hukum lainnya dan peraturan dalam keputusannya yang dapat menentukan karakteristik bisnis.
Dengan demikian, wajib pajak berpendapat bahwa pasal 23 (2) dari UU PPh harus dinyatakan sebagai non mengikat jika ditafsirkan tanpa mempertimbangkan Hukum di Indonesia.
Selama proses sidang, wajib pajak menambahkan bahwa salah satu masalah karena pasal 23 (2) dari UU PPh adalah DJP dapat menafsirkan bahwa pasal 23 (2) atau pasal 15 UU PPh harus berlaku untuk layanan pengiriman. Majelis hakim pertanyaan jika masalah utama adalah benar-benar di Peraturan Menteri Keuangan, jika ya, Mahkamah Konstitusi bukanlah tempat yang tepat. Hal ini memang menarik untuk melihat pendapat dari majelis hakim dalam proses persidangan.
Sebelumnya wajib pajak lainnya telah mengajukan judicial review mengenai PTKP atau tunjangan pajak lainnya dan ditolak oleh Pengadilan, bisa wajib pajak ini memenangkan kasus ini?
Note: the original version is in English, the second one is to help some readers