Sunday, January 30, 2011

Pajak dan CSR di Indonesia, satu pembahasan

Pengeluaran atas CSR di Indonesia akan dapat digunakan sebagai pengurang pajak. Seperti diberitakan, CSR merupakan kegiatan pertanggungjawaban sosial yang diwajibkan bagi perusahaan sesuai Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 15 huruf (b) UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Yang menjadi permasalahan bagi perusahaan adalah apakah biaya yang dikeluarkan tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang pajak?
CSR yang umumnya berupa sumbangan atas bencana, pendidikan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur sosial serta pembinaan olahraga sebenarnya dapat dijadikan biaya sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf i, j, k, l, m, n.

Hal ini akhirnya terjawab dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 93 Tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Penelitian dan Pengembangan, Fasilitias Pendidikan, Pembinaan Olahraga dan Pembangungan Infrastruktur Sosial yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

PP 93 tersebut mengatur banyak hal seperti
- jumlah maksimal dari nilai CSR yakni 5% dari penghasilan neto fiskal tahun sebelumnya,
- lembaga yang dapat menerima bantuan,
- pengertian bencana, fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur sosial, pembinaan olahraga

CSR tidak hanya masalah PPh meski berhubungan erat dengan CSR :
a. Biaya CSR akan menyerupai biaya pemasaran
Biaya pemasaran tidak ada batasan, tapi CSR mempunyai batasan

b. Biaya CSR harus diberikan di Indonesia
Berdasarkan pengalaman, kelompok usaha Lippo pernah memberikan sumbangan untuk badan pendidikan di Singapura. Sepertinya CSR harus dilakukan di Indonesia

c. PPN atas CSR
Bagaimana dengan perlakuan PPN atas produk yang disumbangkan? UU PPN mengatur adanya PPN yang dipakai sendiri seperti halnya produk yang dipakai untuk kegiatan pemasaran.
Bagaimana dengan perusahaan jasa yang menyerahkan jasa secara gratis, bagaimana dengan perlakuan PPN nya? Bagi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan atas jasa yang disediakan?

c. PPh atas Potongan Pungutan
Jika perusahaan menyerahkan pembayaran berupa upah atas pekerjaan yang berhubungan dengan CSR, bagaimana pemungutan pajaknya? Apakah sama dengan perlakukan PPh 21, 23 dll? Karena terkadang perusahaan dapat memakai jasa LSM atau institusi lain untuk melakukan CSR.

e. Kesempatan melakukan tax planning
Film Constant Gardener memberikan satu contoh perencanaan pajak dalam hal CSR berupa perusahaan multinasional yang memberikan produk yang nyaris kadaluarsa untuk kegiatan sosial di Afrika.

Selanjutnya kita bisa lihat permasalahan dan penerapan dari perlakuan pajak atas CSR nanti.

Transfer Pricing di Indonesia dengan peraturan terbaru di 2010

Sejak 2010, Pemerintah mengeluarkan banyak peraturan Transfer Pricing yang akan banyak berdampak pada penerapan aturan pajak tentang Transfer Pricing di Indonesia.


Transfer Pricing yang disebut juga sebagai Transaksi dengan Hubungan Istimewa akhirnya memiliki dasar hukum dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak No. 43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara WP dengan Pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.


Dari peraturan tersebut ada beberapa yang dapat dicermati yakni PER 43 ini akan dipakai sebagai dasar hukum untuk melakukan koreksi dalam hal Transfer Pricing oleh Pemerintah atau Dirjen Pajak. PER 43 juga tidak terlepas dari S-153 yang menjelaskan tentang pedoman pemeriksaan atas Transfer Pricing.


Beberapa hal yang perlu dicermati diantaranya adalah :

1. Peraturan yang ada terbatas, tidak banyak perbedaan dengan OECD Guidelines sehingga tidak ada yang benar-benar baru namun hanya menegaskan.

2. Aturan tentang intangible property tidak diatur dengan jelas meskipun hal ini juga masih menjadi topik terbaru dari transfer pricing.

3. Tidak diatur tentang Transfer Pricing dalam hal PPN dan Bea Masuk


Pendokumentasian Transfer Pricing tidak diatur dalam hal format namun PER-43 menjelaskan hal apa saja yang harus didokumentasikan.


Semoga selanjutnya akan ada peraturan Transfer Pricing yang lebih baik dan lebih jelas tapi yang jelas akan makin sukar bagi perusahaan multinasional untuk memindahkan laba mereka ke negara lain terutama negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah dari Indonesia.


MAP dan APA

Pasal 22 dari PER 43 menjelaskan tentang Mutual Agreement Procedure (MAP) sedang pasal 23 menjelaskan tentang Advance Pricing Agreement (APA) yang masing-masing dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa pajak dan menghindari permasalahan pajak dalam hal Transfer Pricing.

Belakangan, DJP menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-48/PJ/2010 tentang MAP dan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-69/PJ/2010 tentang APA.


Efek peraturan Transfer Pricing terbaru ini sepertinya dapat kita lihat sejak tahun pajak 2010 ini yang beberapa bulan lagi harus dilaporkan.